Friday 30 June 2017

Web Khusus Dewasa Yang Berisakan Cerita Sex Hot Terbaru, Mesum, ABG, Ngentot, Tante, Janda, Sedarah, Mahasiswi, Selingkuh, Horny, Memek Perawan 18+. Namaku Mia, karyawati sebuah bank swasta terkenal, yang semenjak beberapa lama aku mengalami frigiditas dalam persetubuhan, terutama sejak melahirkan anak pertamaku. Atas anjuran suamiku, aku dibawa suamiku ke dukun yang bernama Ki Alugoro yang bermukim di desa kecil di luar Jakarta untuk menyembuhkan frigiditasku.

Suka Cerita Sex Selingkuh Pria Tetangga

cerita sex perselingkuhan, cerita perselingkuhan terbaru, cerita perselingkuhan ibu rumah tangga, cerita cerita perselingkuhan, cerita perselingkuhan ibu, cerita perselingkuhan di kantor, cerita ngesek perselingkuhan, cerita perselingkuhan wanita, cerita perselingkuhan istriku, cerita perselingkuhan bergambar, cerita mesum perselingkuhan, cerita perselingkuhan dengan tetangga, perselingkuhan cerita, cerita perselingkuhan sampai hamil, cerita perselingkuhan tetangga, cerita hubungan perselingkuhan, cerita perselingkuhan terpanas, cerita birahi perselingkuhan, cerita bokep perselingkuhan

Sejak itu, setelah sembuh, gairahku untuk bersetubuh malah jadi menggebu-gebu, mungkin karena dalam rangka penyembuhan tersebut aku harus mau menuruti semua persyaratan yang diajukan oleh Ki Alugoro, antara lain diurut dengan semacam obat dalam keadaan telanjang bulat dan disetubuhi olehnya (waktu itu disetujui dan malah disaksikan oleh suamiku).

Akupun setuju asal aku dapat sembuh dari frigiditasku. Dan mungkin karena kontol Ki Alugoro memang benar-benar besar, lagi pula dia pandai sekali mencumbu den membangkitkan gairahku, ditambah dengan ramuan-ramuan yang diberikan olehnya, maka sekarang aku benar-benar sembuh dari frigiditasku, dan menjadi wanita dengan gairah seks yang lumayan tinggi.

Hanya saja, karena ukuran kontol suamiku jauh lebih kecil dari kontol Ki Alugoro, maka dengan sendirinya suamiku tidak pernah bisa memuaskanku dalam bersetubuh.

Apakah aku harus datang lagi ke tempat Ki Alugoro dengan pura-pura belum sembuh? (padahal supaya aku disetubuhi lagi olehnya). Mula-mula terbersit pikiran untuk berbuat begitu, tapi setelah kupikir-pikir lagi kok gengsi juga ya? Masak seorang istri baik-baik datang ke laki-laki lain supaya disetubuhi walaupun kalau mengingat kontol Ki Alugoro yang luar biasa besar itu aku sering tidak bisa tidur dan gairahku untuk bersetubuh memuncak habis.

Sering-sering aku harus memuaskan diri dengan dildo yang kubeli tempo hari di depan suamiku sehabis kami bersetubuh karena suamiku tidak bisa memuaskan diriku. Malah sering suamiku sendiri yang merojok-rojokkan dildo itu ke dalam tempikku.

Untunglah, entah karena mengerti penderitaanku atau tidak, ternyata suamiku mempunyai angan-angan untuk melakukan persetubuhan three in one atau melihat aku disetubuhi oleh laki-laki lain, terutama setelah dia melihat aku disetubuhi Ki Alugoro tempo hari.

Pantesan sejak itu, sebelum bercinta, dia selalu mengawalinya dengan angan-angannya. Angan-angan yang paling merangsang bagi suamiku, adalah membayangkan aku bersetubuh dengan laki-laki lain dengan kehadiran suamiku, seperti dengan Ki Alugoro tempo hari.

Setelah beberapa lama dia menceritakan angan-angannya tersebut, suatu hari dia bertanya bahwa apakah aku mau merealisasikan angan-angan tersebut. Pada awalnya aku pura-pura mengira dia cuma bercanda. Namun dia semakin mendesakku untuk melakukan itu, aku bertanya apakah dia serius.

Dia jawab, ”Ya aku serius!” Kemudian dia berkata, bahwa motivasi utamanya adalah untuk membuatku bahagia dan mencapai kepuasan setinggi-tingginya. Karena dengan melihat wajahku ketika mencapai orgasme dengan Ki Alugoro tempo hari, selain sangat merangsang juga memberikan kepuasan tersendiri bagi dirinya (rupanya, waktu melihat tempikku dianceli kontol gede Ki Alugoro, diam-diam dia mengocok-ngocok kontolnya sendiri sampai orgasme.)

Tentu saja hal itu sebetulnya sangat aku harapkan. Inilah yang namanya dildo dicinta, kontolpun tiba. Secara terus terang, seperti aku tuturkan diatas, aku tidak pernah merasa puas dengan kontol suamiku yang kecil, terutama setelah tempikku dianceli oleh kontol Ki Alugoro yang luar biasa itu. Wah, rasanya sampai tidak bisa aku katakan.

Kuakui selama ini aku juga sering mengalami gejolak birahi yang tiba-tiba muncul, apalagi di pagi hari apabila malamnya kami melakukan persetubuhan karena suamiku tidak dapat melakukannya secara sempurna dan aku tidak sampai orgasme.

Rupanya angan-angan seksual suamiku tersebut bukan hanya merupakan sekadar angan-angan saja akan tetapi dia sangat bersikeras untuk dapat mewujudkannya menjadi suatu kenyataan dan suamiku terus membujukku agar aku mau membantunya dalam melaksanakan angan-angannya (padahal sebenarnya aku sudah sangat mengharapkan, kapan rencana itu diwujudkan?).

Tetapi untuk meyakinkan keseriusannya aku pura-pura terpaksa mengalah dan berjanji akan membantunya sepanjang aku dapat melakukannya dan kutanyakan apakah dia tidak cemburu melihat istrinya ditelanjangi dan tempiknya dianceli dengan kontol orang lain? Dia bilang sama sekali tidak.

”Karena aku hanya ingin melihat kau bahagia dan terpuaskan dalam persetubuhan” jawabnya mantab waktu itu.

”Tentu saja aku akan mencarikan kau temanku yang mempunyai kontol besar dan keras. Setidak tidaknya sama dengan kontol Ki Alugoro tempo hari” janjinya lebih lanjut.

Sejak itu dia rajin menawarkan nama-nama temannya untuk mensetubuhiku.

”Terserah kaulah, kan kau yang punya rencana aku disetubuhi temanmu” jawabku waktu itu.

Akhirnya di suatu hari suamiku berbisik padaku, ”Aku telah mengundang Edo untuk menginap di sini malam ini”

Hatiku berdebar keras mendengar kata-kata suamiku itu, karena Edo teman suamiku itu adalah salah seorang idola di sekolahku dulu dan dia adalah cowok yang menjadi rebutan cewek-cewek dan sangat kudambakan jadi pacarku semasa SMA. Suamikupun kenal baik dengan dia karena kami memang berasal dari satu kota kabupaten yang tidak seberapa besar.

Terus terang kuakui bahwa penampilan Edo sangat oke. Bentuk tubuhnya pun lebih tinggi, lebih kekar dan lebih atletis dari tubuh suamiku karena dia dulu jago basket dan olah raga yudo. Walaupun Edo adalah cowok yang kudambakan semasa SMA dulu, tetapi kami belum pernah berpacaran karena dia memang agak acuh terhadap cewek dan disamping itu, banyak sainganku cewek-cewek yang mengejar-ngejar dia. Apalagi waktu itu sudah menjelang EBTANAS, dan setelah itu dia sibuk dengan persiapan masuk universitas. Waktu itu aku kelas 1, sedang dia kelas 3 SMA.

Ketika Edo datang, aku sedang mematut-matut diri dan memilih gaun yang seksi dengan belahan dada yang cukup rendah agar aku terlihat menarik. Dari cermin rias di kamar tidurku, kuamati gaun yang kukenakan terlihat sangat ketat melekat pada tubuhku sehingga lekukan-lekukan tubuhku terlihat dengan jelas.

Susuku kelihatan sangat menonjol membentuk dua buah bukit daging yang indah. Tubuhku memang ramping dan berisi. Susuku yang subur juga kelihatan sangat kenyal. Demikian pula pantatku yang cenderung nonggeng itu menonjol seakan menantang laki-laki yang melihatnya.

Dengan perutku yang masih cukup rata dengan kulitku yang puber (putih bersih) membuat tubuhku menjadi sangat sempurna. Apalagi wajahku memang tergolong cantik. Dan terus terang, dari dulu aku memang bangga dengan tubuh dan wajahku.

Tiba-tiba aku baru tersadar, pantas saja suamiku mempunyai angan-angan untuk melihat aku disetubuhi oleh laki laki-lain. Ingin membandingkan dengan film BF yang sering kami lihat mungkin.

Setelah mematut-matut diri, aku keluar untuk menyediakan makan malam. Setelah makan malam, Edo dan suamiku duduk mengobrol di teras belakang rumah dengan santai sambil menghabiskan beberapa kaleng bir yang dicampur dengan sedikit minuman keras pemberian teman suamiku yang baru pulang dari luar negeri.

Tidak berapa lama aku pun ikut duduk minum bersama mereka. Malam itu hanya kami berdua ditambah Edo saja di rumah. Pembantuku yang biasa menginap, tadi siang telah kuberikan istirahat untuk pulang ke rumahnya selama beberapa hari, sedang anakku satu-satunya tadi siang dijemput mertuaku untuk menginap di rumahnya.

Ketika hari telah makin malam dan udara mulai terasa dingin, tiba-tiba suamiku berbisik kepadaku, ”Aku telah bicara dengan Edo mengenai rencana kita. Dia setuju malam ini menginap di sini.

”Tapi walaupun demikian kalau kamu kurang cocok dengan pilihanku ini, kamu tidak usah takut berterus terang padaku!” bisik suamiku selanjutnya.

”Tapi kujamin kontolnya memang gede, aku beberapa kali melihatnya waktu kencing di kantor. Tapi soal kekerasannya, kamu sendiri yang dapat membuktikannya nanti” lanjutnya lagi.

Mendengar bisikan suamiku itu, diam-diam hatiku gemetar sambil bersorak gembira, tetapi aku pura-pura diam saja, tidak menunjukkan sikap yang menolak atau menerima. Dalam hati aku mau lihat bagaimana reaksinya nanti bila aku benar-benar bersetubuh dengan laki-laki lain.

Apakah dia nanti tidak akan cemburu melihat istrinya disetubuhi lelaki lain secara sadar dan seluruh bagian tubuh istrinya yang sangat rahasia dilihat dan dinikmati oleh laki-laki lain yang sudah amat dia kenal (kalau dengan Ki Alugoro kan dalam rangka penyembuhan?).

Tidak berapa lama kemudian aku masuk ke kamar dan berganti pakaian memakai baju tidur tipis tanpa BH, sehingga susuku, terutama pentil susuku yang besar itu terlihat membayang di balik baju tidur.

Ketika aku keluar kamar, baik suamiku maupun Edo kelihatan terpana untuk beberapa saat.

Akan tetapi mereka segera bersikap biasa kembali dan suamiku langsung berkata, ”Ayo..!” katanya dengan senyum penuh arti kepada kami berdua dan kamipun segera masuk ke kamar tidur.

Di kamar tidur suamiku mengambil inisiatif lebih dulu dengan mulai menyentuh dan melingkarkan tangan di dadaku dan menyentuh susuku dari luar baju tidur.

Melihat itu, Edo mulai mengelus-elus pahaku yang terbuka, karena baju tidurku tersingkap ke atas. Dengan berpura-pura tenang aku segera merebahkan diri tengkurap di atas tempat tidur. Sebenarnya nafsuku sudah mulai naik karena tubuhku dijamah oleh seorang laki-laki yang tidak lain adalah idolaku waktu di SMA dulu, apalagi aku dalam keadaan hanya memakai sehelai baju tidur tipis tanpa BH. Akan tetapi kupikir aku harus berpura-pura tetap tenang untuk melihat inisiatif dan aktivitas Edo dalam memancing gairah birahiku. Aku ingin tahu sampai seberapa kemahirannya.

Beberapa saat kemudian kurasakan bibir Edo mulai menyusur bagian yang sensitif bagiku yaitu bagian leher dan belakang telinga. Merasakan gesekan-gesekan itu aku berpikir bahwa inilah saat untuk merealisasikan angan-angan suamiku. Seperti mengerti keinginanku, Edo mulai mengambil alih permainan selanjutnya.

Aku langsung ditelentangkan di pinggir ranjang, kemudian tangannya yang kiri mulai memegang sambil memijit-mijit susuku yang sebelah kanan, sedangkan tangannya yang kanan mengelus-elus dan memijit-mijit bibir tempikku yang masih dibalut celana dalam, sambil mulutnya melumat bibirku dengan gemas. Tangan Edo yang berada di susuku mulai memelintir dengan halus ujung pentilku yang besar dan mulai mengeras.

Masih dalam posisi terlentang, kurasakan jemari Edo. terus meremas-remas susuku dan memilin-milin pentilnya. Saat itu sebenarnya nafsuku belum begitu meninggi, tetapi rupanya Edo termasuk jagoan juga karena terbukti dalam waktu mungkin kurang dari 5 menit aku mulai mengeluarkan suara mendesis yang tak bisa kutahan. Kulihat dia tersenyum dan menghentikan aktivitasnya.

Kini Edo mulai membuka baju tidurku dan beberapa saat kemudian aku merasakan tarikan lembut di pahaku. Lalu aku merasakan hembusan lembut hawa dingin AC di tempikku yang berarti celana dalamku telah dilepas oleh Edo. Kini Edo telah menelanjangi diriku sampai aku benar-benar dalam keadaan telanjang bulat tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhku.

Aku hanya bisa pasrah saja merasakan gejolak birahi dalam diriku ketika tubuhku ditelanjangi laki-laki idolaku dihadapan suamiku sendiri.

Kulirik Edo penuh nafsu menatap tubuhku yang telah telanjang bulat sepuas-puasnya.

Aku benar-benar tidak dapat melukiskan betapa perasaanku saat itu. Aku ditelanjangi oleh laki-laki idolaku dan yang sebenarnya aku harapkan kehadirannya.

Belum pernah aku bertelanjang bulat di hadapan laki-laki lain, kecuali dengan Ki Alugoro dalam keadaan setengah sadar dalam rangka penyembuhan tempo hari, apalagi dalam situasi seperti sekarang ini.

Aku merasa sudah tidak ada lagi rahasia tubuhku yang tidak diketahui Edo.

Maka, secara reflek dalam keadaan terangsang, aku mengusap-usap kontol Edo yang telah tegang dari luar celananya. Ini kelihatan karena bagian bawah celana Edo mulai menggembung besar. Aku mengira-ngira seberapa besar kontol Edo ini.

Kemudian aku mengarahkan tanganku ke arah retsluiting celananya yang telah terbuka dan menyusupkan tanganku memegang kontol Edo yang ternyata memang telah ngaceng itu. Aku langsung tercekat ketika terpegang kontol Edo yang seperti kata suamiku ternyata memang besar.

Kulirik suamiku sedang membuka retsluiting celananya dan mulai mengelus-elus kontolnya sendiri. Dia kelihatan benar-benar sangat menikmati adegan ini. Tanpa berkedip dia menyaksikan tubuh istrinya digauli dan digerayangi oleh laki-laki lain.

Sebagai seorang wanita dengan nafsu birahi yang lumayan tinggi, keadaan ini mau tidak mau akhirnya membuatku terbenam juga dalam suatu arus birahi yang hebat. Jilatan-jilatan Edo pada bagian tubuhku yang sensitif membuatku bergelinjang dengan dahsyat menahan arus birahi yang mulai menjalari diriku dan tempikku.

Setelah beberapa saat aku memegang sambil mengelus-elus kontol Edo, tiba-tiba Edo berdiri dan membuka celana beserta celana dalamnya sehingga kontolnya tiba-tiba melonjak keluar, seakan-akan baru bebas dari kungkungan dan sekarang aku bisa melihatnya dengan jelas. Setelah membuka seluruh pakaiannya, kini Edo benar-benar bertelanjang bulat.

Sehingga aku dapat melihat dengan jelas ukuran kontol Edo dalam keadaan ngaceng, yang ternyata memang jauh lebih besar dan lebih panjang dari ukuran kontol suamiku. Bentuknya pun agak berlainan. kontol Edo ini mencuat lurus ke depan agak mendongak ke atas, sedang kontol suamiku jauh lebih kecil, agak tunduk ke bawah dan miring ke kiri.

Aku betul-betul terpana melihat kontol Edo yang sangat besar dan panjang itu. kontol yang sebesar itu memang belum pernah aku lihat (waktu dengan Ki Alugoro aku tidak sempat memperhatikan seberapa besar kontolnya, karena aku agak malu-malu dan setengah sadar).

Batang kontolnya kurang lebih berdiameter 5 cm dikelilingi oleh urat-urat yang melingkar dan pada ujung kepalanya yang sangat besar, panjangnya mungkin kurang lebih 18 cm, pada bagian pangkalnya ditumbuhi dengan rambut-rambut keriting yang lebat. Kulitnya kelihatan tebal, lalu ada urat besar disekeliling batangnya dan terlihat seperti kabel-kabel di dalam kulitnya. Kepala batangnya tampak kenyal, penuh, dan mengkilat.

Kemudian dia menyodorkan kontolnya tersebut ke hadapan wajahku.

Aku melirik ke arah suamiku, yang ternyata tambah asyik menikmati adegan ini sambil tersenyum puas dan mengelus-elus kontolnya, karena melihat aku kelihatan bernafsu menghadapi kontol yang sebesar itu. Aku sebenarnya sudah amat terangsang, tetapi untuk menunjukkan pada Edo, aku agak tidak enak hati.

Tapi entah kenapa, tanpa kusadari tiba-tiba aku telah duduk di tepi ranjang sambil menggenggam kontol itu yang terasa hangat dalam telapak tanganku. Kugenggam erat-erat, terasa ada kedutan terutama di bagian uratnya.

Lingkaran genggamanku hampir penuh menggapai lingkaran batang kontolnya. Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan pernah memegang kontol sebesar ini, dari seorang laki-laki lain secara sadar dan penuh nafsu dihadapan suamiku.

Kembali aku melirik kepada suamiku. Kulihat dia semakin bertambah asyik menikmati adegan ini, malah kali ini bukan hanya mengelus-elus, tetapi malah sambil mengocok kontolnya sendiri, yaitu adegan istrinya yang penuh nafsu birahi sedang digauli oleh laki-laki lain, yang juga merupakan idolaku dulu.

Tiba-tiba muncul nafsu hebat terhadap idolaku itu, sehingga dengan demonstratif kudekatkan mulutku ke kontol Edo, kujilati seluruh permukaannya dengan lidahku kemudian kukulum dan kuhisap-hisap dengan nafsu birahi yang membara. Aku merasa sudah kepalang basah maka aku akan nikmati kontol itu dengan sepuas-puasnya sebagaimana kehendak suamiku.

Kuluman dan hisapanku itu membuat kontol Edo yang memang telah berukuran besar itu menjadi bertambah besar, bertambah keras dan kepala kontolnya jadi tambah mengkilat merah keungu-unguan.. Dalam keadaan sangat bernafsu, kontol Edo yang sedang mengaceng keras dalam mulutku itu mengeluarkan semacam aroma yang khas yang aku namakan aroma lelaki.

Aroma itu menyebabkan gairah birahiku semakin memuncak dan lubang tempikku mulai terasa berdenyut-denyut hebat hingga secara tidak sadar membuatku bertambah gemas dan semakin menjadi-jadi menghisap kontol itu seperti hisapan sebuah vacuum cleaner.

Kuluman dan hisapanku yang amat bernafsu itu rupanya membuat Edo tidak tahan lagi. Tiba-tiba dia mendorong tubuhku sehingga telentang di atas tempat tidur.

Aku pun kini semakin nekat dan semakin bernafsu untuk melayaninya. Aku segera membuka kedua belah pahaku lebar-lebar.

”Do…” kataku pelan dan aku bahkan tidak tahu memanggilnya untuk apa.

Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya diantara pahaku, Edo berbisik, ”Ssttt…………!” bisiknya sambil kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku terkuak. Itu berarti bahwa sebentar lagi kontolnya akan bercumbu dengan tempikku.

Benar saja, aku merasakan ujung kontolnya yang hangat menempel tepat di permukaan tempikku. Tidak langsung dimasukkan di lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh permukaan bibirnya, ini membuat tempikku tambah berdenyut-denyut dan terasa sangat nikmat. Dan makin lama aku makin merasakan rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan di tempikku itu.

Beberapa saat Edo melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku meraih pinggangnya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku benar-benar menanti puncak permainan ini. Edo menghentikan aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kontolnya tepat di antara bibir tempikku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang tempikku. Aku benar-benar menanti tusukannya.

”Oocchh.. Ddoo, please..” pintaku memelas.

Sebagai wanita di puncak birahi, aku betul-betul merasa tidak sabar dalam kondisi seperti itu. Sesaat aku lupa kalau aku sudah bersuami, yang aku lihat cuma Edo dan kontolnya yang besar dan panjang. Ada rasa deg-deg plas, ada pula rasa ingin cepat merasakan bagaimana rasanya dicoblos kontol yang lebih besar dan lebih panjang.

”Ooouugghhh……” batinku yang merasa tak sabar benar untuk menunggunya.

Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari membuka bibir-bibir tempikku. Dan lebih dahsyat lagi aku merasakan ujung kontol Edo mulai mendesak di tengah-tengah lubang tempikku..

Aku mulai gemetar hebat, karena tidak mengira akan senikmat ini aku akan merasakan kenikmatan bersetubuh. Apalagi dengan orang yang menjadi idolaku, yang sangat kukagumi sejak dulu.

Perlahan-lahan Edo mulai memasukkan kontolnya ke dalam tempikku.

Aku berusaha membantu dengan membuka bibir tempikku lebar-lebar. Kelihatannya sangat sulit kontol sebesar itu masuk ke dalam lubang tempikku yang kecil.

Tangan Edo yang satu memegang pinggulku sambil menariknya ke atas, sehingga pantatku agak terangkat dari tempat tidur, sedangkan tangannya yang satu memegang batang kontolnya yang diarahkan masuk ke dalam lubang tempikku.

Pada saat Edo mulai menekan kontolnya, aku mulai mendesis-desis, ”Sssshhhhh…… Eddooo…… ppelan-ppelan Ddooo… ssshhhh…… desisku gemetar. Edo lalu menghentikan aktivitasnya sebentar untuk memberiku kesempatan untuk mengambil nafas, kemudian Edo melanjutkan kembali usahanya untuk memasukkan kontolnya.

Setelah itu kontol Edo mulai terasa mendesak masuk dengan mantap. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan dalam lubang tempikku. Seluruh tubuhku benar-benar merinding ketika merasakan kepala kontolnya mulai terasa menusuk mantap di dalam lubang tempikku, diikuti oleh gesekan dari urat-urat batang kontol itu setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan pinggul Edo sambil membuka pahaku lebih lebar lagi.

Kini aku mulai merasakan tempikku terasa penuh terisi dan semakin penuh seiring dengan semakin dalamnya kontol itu masuk ke dalam lubang tempikku.

Sedikit suara lenguhan kudengarkan dari Edo ketika hampir seluruh kontolnya itu amblas masuk.

Aku sendiri tidak mengira kontol sebesar dan sepanjang tadi bisa masuk kedalam lubang tempikku yang kecil. Walaupun belum seluruh kontol Edo masuk ke dalam tempikku, rasanya seperti ada yang mengganjal dan untuk menggerakkan kaki saja rasanya agak aneh. Tetapi sedikit demi sedikit aku mulai bisa menyesuaikan diri dan menikmati rasa yang nyaman dan nikmat.

Ketika hampir seluruh batang kontol Edo telah amblas masuk ke dalam lubang tempikku, tanpa sengaja aku terkejang sehingga berakibat bagian dinding dalam tempikku seperti meremas batang kontol Edo.

Aku agak terlonjak sejenak ketika merasakan kontol Edo seperti berkerojot di dalam lubang tempikku akibat remasan tersebut. Aku terlonjak bukan karena kontol itu merupakan kontol dari seorang laki-laki lain yang pertama yang kurasakan memasuki tubuhku selain kontol suamiku dan Ki Alugoro, akan tetapi karena aku merasakan kontol Edo memang terasa lebih istimewa dibandingkan kontol suamiku maupun kontol Ki Alugoro, baik dalam ukuran maupun ketegangannya.

Selama hidupku memang aku belum pernah melakukan persetubuhan dengan laki-laki lain selain dengan suamiku dan Ki Alugoro dan keadaan ini memberikan pengalaman baru bagiku. Aku tidak menyangka ukuran kontol seorang laki-laki berpengaruh besar sekali terhadap kenikmatan bersetubuh seorang wanita.

Oleh karena itu secara refleks aku mengangkat kedua belah pahaku tinggi-tinggi dan menjepit pinggang Edo erat-erat untuk selanjutnya aku mulai mengoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan tubuh Edo. Saat itu kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamar.

Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku menariknya kembali ketika Edo menarik kontolnya dari tempikku. Tapi dan belum sampai tiga perempat kontolnya berada di luar tempikku, tiba-tiba dia menghujamkannya lagi dengan kuat.

Aku nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkan kepadaku secara tiba-tiba itu.

Begitulah beberapa kali Edo melakukan hujaman-hujaman ke dalam lubang tempikku tersebut. Setiap kali hujaman seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat sangat ke tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya permukaan dinding lubang tempikku menerima gesekan-gesekan dari urat-urat kontol Edo yang seperti kabel-kabel yang menjalar-jalar itu.

Biasanya suamiku kalau bersetubuh semakin lama semakin cepat gerakannya, tetapi Edo melakukan gerakan yang konstan seperti mengikuti alunan irama musik evergreen yang sengaja aku setel sebelumnya.

Tapi anehnya, justru aku semakin bisa merasakan setiap milimeter permukaan kulit kontolnya dengan rytme seperti itu.

Tahap ini sepertinya sebuah tahap untuk melakukan start menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan tempikku baik bagian luar maupun dalam berdenyut-denyut hebat seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat di area selangkanganku. Tubuh kami sebentar menyatu kemudian sebentar lagi merenggang diiringi desah nafas kami yang semakin lama semakin cepat.

Sementara itu aku pun kembali melirik ke arah suamiku. Kulihat suamiku agak ternganga menyaksikan bagaimana diriku disetubuhi oleh Edo.

Melihat penampilan suamiku itu, timbul kembali rasa puas di hatiku, maka secara lebih demonstratif lagi kulayani permainan Edo sehebat-hebatnya secara aktif bagaikan adegan dalam sebuah BF. Keadaan ini tiba-tiba menimbulkan suatu kepuasan lain dalam diriku.

Bukan saja disebabkan oleh kenikmatan persetubuhan yang sedang kualami bersama Edo, akan tetapi aku juga memperoleh suatu kepuasan lain karena aku telah dapat melaksanakan angan-angan suamiku. Suamiku menghendaki aku bersetubuh dengan laki-laki lain dan malam ini akan kulaksanakan sepuas-puasnya.

Tiba tiba Edo semakin mempercepat hunjaman-hunjaman kontolnya ke dalam lubang tempikku.

Tentu saja ini membuat aku semakin bernafsu sampai-sampai mataku terbeliak-beliak dan mulutku agak terbuka sambil kedua tanganku merangkul pinggulnya kuat-kuat. Aku tadinya tak menyangka sedikitpun kalau kontol Edo yang begitu besar mulai bisa dengan lancar menerobos lubang tempikku yang sempit dan sepertinya belum siap menerima hunjaman kontol dengan ukuran sedemikian besar itu. Terasa bibir tempikku sampai terkuak-kuak lebar dan seakan-akan tidak muat untuk menelan besar dan panjangnya kontol Edo. .

”Ooukkhhss.. sshhh.. Ddoo ..! Terrruusshh.. terrusshh.. Ddoo… mmmmhhhh…!” rintihku merasakan kenikmatan yang semakin lama semakin hebat ditempikku. .

”Hhhmmh.. tempikmu.. niikmaat.. sekalii.. Mmiiaaa.. uukkhh.. uukkhh..” Edo mulai mengeluarkan kata-kata vulgar yang malah menambah nafsu birahiku mendengarnya.

Gejolak birahi Edo ternyata makin menguasai tubuhnya dan tanpa canggung lagi ia terus menghunjam hunjamkan kontolnya mencari dan menggali kenikmatan yang ia ingin berikan kepadaku. Untuk tambah memuaskanku dan dirinya juga, batang kontol Edo terus menyusupi lubang tempikku sehingga akhirnya betul-betul amblas semuanya.

”Aarrggccchhhhhh…!!” aku melenguh panjang, kurasakan badanku merinding hebat, wajahku panas dan mungkin berwarna merah merona.

Mataku memandang Edo dengan pandangan sayu penuh arti meminta sesuatu, yaitu meminta diberi rasa nikmat yang sebesar-besarnya.

Edo kelihatan betul-betul terpana melihat wajahku yang diliputi ekspresi sensasional itu. Kemudian Edo tambah aktif lagi bergoyang menarik ulur batang kontolnya yang besar itu, sehingga dinding tempikku yang sudah dilumuri cairan kawin itu terasa tambah banjir dan licin.

Wajahku semakin lepas mengekspresikan rasa sensasi yang luar biasa yang tidak pernah aku perkirakan sebegitu nikmatnya. Saking begitu nikmatnya perasaan maupun tempikku disetubuhi oleh Edo, tanpa kusadari aku mulai berceloteh di luar sadarku, ”Ohhss.. sshhh.. enaakk.. sseekalii… kkontolmu Ddoo…!! Oougghh.. terusshh…. teerruusshh..!!! Aku mendesah, merintih dan mengerang sepuas-puasnya. Aku sudah lupa diri bahwa yang menyetubuhiku bukanlah suamiku sendiri. Yang ada di benakku hanyalah letupan birahi yang harus dituntaskan.

Dengan penuh nafsu kami saling berpelukan sambil berciuman. Nafas kami saling memburu kencang, lidah kami saling mengait dan saling menyedot, saling bergumul.

Edo mengambil inisiatif dengan menggenjot pantatnya yang tampak naik turun semakin cepat diantara selangkanganku yang semakin terbuka lebar, akupun mengangkat kedua kakiku tinggi-tinggi sambil kutekuk dan kusampirkan ke pundaknya, pantatku kuangkat untuk lebih memudahkan batang kontol Edo masuk seluruhnya dan menggesek syaraf-syaraf kenikmatan di rongga tempikku,

akibatnya Edopun semakin mudah menyodokkan kontolnya yang panjang, besar dan keras itu keluar masuk sampai ke pangkal kontolnya hingga mengeluarkan suara berdecak-decak crot… crot… seperti suara bebek menyosor lumpur seiring dengan keluar masuknya kontol itu di dalam tempikku

Edo melihat ke arah selangkanganku, tempikku mencengkeram kontolnya erat sekali, ia tersenyum puas bisa menaklukkan tempikku, yang semakin basah membanjir penuh dengan lendir pelumas putih kental sehingga membasahi bulu-bulu jembutku yang tidak terlalu lebat maupun bulu-bulu jembutnya itu dan sekaligus juga batang kontolnya yang semakin tambah mengeras.

Edo mendengus-dengus bagai harimau terluka, genjotannya makin ganas saja. Mata Edo terlihat lapar menatap susuku yang putih montok dikelilingi bulatan coklat muda di tengahnya dan pentilku yang besar dan sudah begitu mengeras karena birahiku yang sudah demikian memuncak, maka tanpa menyia-nyiakan kesempatan Edo langsung menyedot pentil susuku yang begitu menantang itu.
Tubuhku menggelinjang hebat.

Dan susukupun makin kubusungkan bahkan dadaku kugerakkan ke kiri dan ke kanan supaya kedua pentil susuku yang makin gatal itu mendapatkan giliran dari serbuan mulutnya.

Desahan penuh birahi langsung terlontar tak tertahankan begitu lidah Edo yang basah dan agak kasar itu menggesek pentil susuku yang peka.

Edo begitu bergairah menjilati dan menghisap susu dan pentilku di sela-sela desah dan rintihanku yang sedang menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini.

”Oouugghhss.. oouugghhss.. sshhhh… tteerruss Ddooo…” aku makin meracau tidak karuan, pikiranku sudah tidak jernih lagi, terombang ambing di dalam pusaran kenikmatan, terseret di dalam pergumulan persetubuhan dengan Edo, tubuh telanjangku serasa seenteng kapas melambung tinggi sekali.

Aku merasakan kenikmatan bagai air bah mengalir ke seluruh tubuhku mulai dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun terutama sekali di sekitar tempikku.

Tubuhku akhirnya mengejang sambil memeluk tubuh Edo erat sekali sambil menjerit-jerit kecil tanpa sadar.

”Aaaaccchhh…… Dddooo… mmmmmhhhhhh… konnttolmmmuuu… aakkkuu…… kkeeelluuaaarrrr……” jeritku keenakan.

Badan telanjangku terasa berputar-putar merasakan semburan kenikmatan yang dahsyat diterjang gelombang orgasme.

kontol Edo masih terus menggenjot lubang tempikku, dan aku hanya pasrah dipelukannya mengharapkan gelombang kenikmatan selanjutnya. Lebih dari sejam Edo menyetubuhiku tanpa henti, aku makin lama makin terseret di dalam kenikmatan pergumulan persetubuhan yang belum pernah kurasakan.

Tubuhku akhirnya melemas setelah aku menyemburkan lagi cairan kawinku untuk kesekian kalinya bersamaan dengan Edo yang juga rupanya sudah tidak tahan lagi dan……

”Aaacchhh….. oooccchhh… Mmiiaaa… teemmpiikkmmuuu…… nniikkkmaattttt… sseekkalliiii… adduuhhh…… aaakkuu.. kkekkeeeluaarrr…” erangnya sambil menyemburkan pejunya di dalam tempikku

Kemudian untuk beberapa saat Edo masih membiarkan kontolnya menancap di dalam tempikku.

Akupun tidak mencoba untuk melepas kontol itu dari tempikku.

Setelah agak beberapa lama, Edo mengeluarkan kontolnya yang ternyata masih berdiri dengan tegar walaupun sudah orgasme di lubang tempikku. Walaupun kontolnya masih sangat tegar berdiri dengan kerasnya, Edo menghentikan persetubuhan ini karena dia meminta suamiku menggantikannya untuk menyetubuhiku. Kini ganti dia yang akan menonton diriku disetubuhi oleh suamiku sendiri yang ternyata entah sejak kapan dia sudah bertelanjang bulat.

Suamiku dengan segera menggantikan Edo dan mulai menyetubuhi diriku dengan hebat. Kurasakan nafsu birahi suamiku sedemikian menyala-nyala sehingga sambil berteriak-teriak kecil dia menghunjamkan kontolnya yang kecil itu ke dalam lubang tempikku.

Akan tetapi apakah karena aku masih terpengaruh oleh pengalaman yang barusan kudapatkan bersama Edo, maka ketika suamiku menghunjamkan kontolnya ke dalam lubang tempikku, kurasakan kontol suamiku itu kini terasa hambar.

Kurasakan otot-otot lubang tempikku tidak lagi sedemikian tegangnya menjepit kontol suamiku sebagaimana ketika kontol Edo yang berukuran besar dan panjang itu menerobos sampai ke dasar lubang tempikku. kontol suamiku kurasakan tidak sepenuhnya masuk ke dalam lubang tempikku dan terasa lebih lembek bahkan dapat kukatakan tidak begitu terasa lagi dalam lubang tempikku yang barusan diterobos oleh kontol yang begitu besar dan panjang.

Mungkin disebabkan pengaruh minuman alkohol yang terlalu banyak, atau mungkin juga suamiku telah berada dalam keadaan yang sedemikian rupa sangat tegangnya, sehingga hanya dalam beberapa kali saja dia menghunjamkan kontolnya ke dalam lubang tempikku dan dalam waktu kurang dari satu menit, suamiku telah mencapai puncak ejakulasi dengan hebat.

Malahan karena kontol suamiku tidak berada dalam lubang tempikku secara sempurna, dia telah menyemprotkan separuh pejunya agak di luar lubang tempikku dengan berkali-kali dan sangat banyak sekali sehingga seluruh permukaan tempik sampai ke sela paha dan jembutku basah kuyup dengan peju suamiku.

Selanjutnya suamiku langsung terjerembab tidak bertenaga lagi terhempas kelelahan di sampingku. Sementara itu, karena aku pasif saja waktu disetubuhi suamiku, dan membayangkan kontol Edo yang luar biasa itu, maka aku sama sekali tidak kelelahan, malah nafsuku kembali memuncak.

Bagaikan seekor kuda betina binal aku jadi bergelinjangan tidak karuan karena aku ingin mengalami puncak orgasme lagi dengan disetubuhi oleh Edo. Tapi yang disampingku kini suamiku, yang telah lemas dan tak berdaya sama sekali.

Oleh karena itu dengan perasaan kecewa berat aku segera bangkit dari tempat tidur dalam keadaan tubuh yang masih bertelanjang bulat hendak menuju kamar mandi yang memang berada di dalam kamar tidur untuk membersihkan cairan-cairan bekas persenggamaan yang melumuri selangkangan dan tubuhku.

Namun untunglah, seperti mengerti perasaanku, tiba-tiba Edo yang masih dalam keadaan bertelanjang bulat dan ngaceng kontolnya itu memelukku dari belakang sambil memagut serta menciumi leherku secara bertubi-tubi.

Selanjutnya dia membungkukkan tubuhku ke pinggir ranjang. Aku kini berada dalam posisi menungging. Dalam posisi yang sedemikian Edo menusukkan kontolnya ke dalam tempikku dari belakang dengan garangnya.

Karena posisiku menungging, aku jadi lebih leluasa menggoyang-goyangkan pantatku, yang tentu saja tempikku juga ikut bergoyang ke kiri dan ke kanan.

Hal ini membuat Edo semakin bernafsu menghujam-hujamkan kontolnya ke dalam tempikku sehingga dengan cepat tubuhku kembali seperti melayang-layang merasakan kenikmatan yang tiada tara ini.

Tak berapa lama tubuhku mengejang dan…

”Dddooo…… oooccchhhh… aacchhh… Ddooo… akk… aakkuu… mmaaauu… kkkeelluuuaaaarrrrrr……” rintihku sambil mencengkeram pinggir ranjang, aku telah mencapai puncak persetubuhan terlebih dahulu.

Begitu aku sedang mengalami puncak orgasme, Edo menarik kontolnya dari lubang tempikku, sehingga seluruh tubuhku terasa menjadi tidak karuan, kurasakan lubang tempikku berdenyut agak aneh dalam suatu denyutan yang sangat sukar sekali kulukiskan dan belum pernah kualami.

Namun walaupun sudah orgasme, aku masih berkeinginan sekali untuk melanjutkan persetubuhan ini. Dalam keadaan yang sedemikian tiba-tiba Edo yang masih bertelanjang bulat sebagaimana juga diriku, menarikku dan mengajakku tidur bersamanya di kamar tamu di sebelah kamarku.

Bagaikan kerbau dicocok hidung, aku mengikuti Edo ke kamar sebelah. Kami berbaring di ranjang sambil berdekapan dalam keadaan tubuh masing-masing masih bertelanjang bulat bagaikan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu.

Kemudian Edo melepaskan pelukannya dan menelentangkan diriku lalu dengan bernafsu menciumi susuku dan menyedot-nyedot pentilnya yang mancung itu sehingga aku kembali merasakan suatu rangsangan birahi yang hebat. Tidak lama kemudian tubuh kami kami pun udah bersatu kembali dalam suatu permainan persetubuhan yang dahsyat.

Kali ini rupanya Edo ingin mengajakku bersetubuh dengan cara yang lain. Mula-mula Edo membalikkan tubuhku sehingga posisiku kini berada di atas tubuhnya.

Selanjutnya dengan spontan kuraih kontol Edo dan memandunya ke arah lubang tempikku. Kemudian kutekan tubuhku agak kuat ke tubuh Edo dan mulai mengayunkan tubuhku turun-naik di atas tubuhnya. Mula-mula secara perlahan-lahan akan tetapi lama-kelamaan semakin cepat dan kuat sambil berdesah-desah kecil, ”Occhhh… oocchhh… acchhh… sssshhhh…” desahku dibuai kenikmatan.

Sementara itu Edo dengan tenang telentang menikmati seluruh permainanku sampai tiba-tiba kurasakan suatu ketegangan yang amat dahsyat dan dia mulai mengerang-erang kecil, ”Oocchhh… oocchhh… Mmiiaaaa… ttteeemmpppiikkmuuu… mmmhhhhh…”

Akupun semakin cepat menggerakkan tubuhku turun-naik di atas tubuh Edo dan nafasku pun semakin memburu berpacu dengan hebat menggali seluruh kenikmatan tubuh laki-laki yang berada di bawahku.

Tidak berapa lama kemudian aku menjadi terpekik kecil melepaskan puncak ejakulasi dengan hebat.

”Ooooccchhhhh…… mmmmhhhhhh… ooocccchhhh…… mmmmhhhhhh……” pekikku keenakan dan tubuhkupun langsung terkulai menelungkup di atas tubuh Edo.

Tapi ternyata Edo belum sampai pada puncaknya. Maka tiba-tiba dia bangkit dengan suatu gerakan yang cepat. Kemudian dengan sigap dia menelentangkan tubuhku di atas tempat tidur dan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah pahaku ke atas sehingga lubang tempikku yang telah basah kuyup oleh lendir kawin tersebut menjadi terlihat jelas menganga dengan lebar.

Selanjutnya Edo mengacungkan kontolnya yang masih berdiri dengan tegang itu ke arah lubang tempikku dan menghunjamkan kembali kontolnya tersebut ke lubang tempikku dengan garang.

Aku menjadi terhentak bergelinjang kembali ketika kontol Edo mulai menerobos dengan buasnya ke dalam tubuhku dan membuat gerakan mundur-maju dalam lubang tempikku. Aku pun kini semakin hebat menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan turun-naiknya kontol Edo yang semakin lama semakin cepat merojok-rojokkan kontol besarnya ke lubang tempikku.

Aku merasakan betapa lubang tempikku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap kontol Edo yang teramat besar dan panjang itu sedalam-dalamnya serta melumat seluruh otot-ototnya yang kekar dengan rakusnya.

Selama pertarungan itu beberapa kali aku terpekik agak keras karena kontol Edo yang tegar dan perkasa itu menggesek bagian paling dalam tempikku (mungkin titik itu yang dinamakan G-Spot atau titik gairah seksual tertinggi wanita)

Akhirnya, bersamaan dengan orgasmeku yang entah ke berapa kali aku tak ingat lagi, kulihat Edo tiba juga pada puncaknya.

”Mmmiiiaaaa… ooocchhh…………… ooocccchhhhhh… Mmmiiiiaaaaaaaa…………………… ttteeemmmppikkkmmmuuu… ooccchhhsss… aakkkuu… kkkellluuaaarrrrrr……” rintihnya dengan mimik wajah yang sangat luar biasa dia menyebut-nyebut namaku sambil mengeluarkan kata-kata vulgarnya lagi dan melepaskan puncak ejakulasinya secara bertubi-tubi menyemprotkan seluruh pejunya di dalam tempikku dalam waktu yang amat panjang.

Sementara itu kontolnya tetap dibenamkannya sedalam-dalamnya di lubang tempikku sehingga seluruh pejunya terhisap dalam tempikku sampai titik penghabisan.

Selanjutnya kami terhempas kelelahan ke tempat tidur dengan tubuh yang tetap menyatu. Selama kami tergolek, kontol Edo masih tetap terbenam dalam tempikku, dan aku pun memang tetap berusaha menjepitnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku.

Setelah beberapa lama kami tergolek melepaskan lelah, Edo mulai bangkit dan menciumi wajahku dengan lembut yang segera kusambut dengan mengangakan mulutku sehingga kini kami terlibat dalam suatu adegan cium yang mesra penuh dengan perasaan.

Sementara itu tangannya dengan halus membelai-belai rambutku sebagaimana seorang suami yang sedang mencurahkan cinta kasihnya kepada istrinya.

Suasana romantis ini akhirnya membuat gairah kami muncul kembali.

Kulihat kontol Edo mulai kembali menegang tegak sehingga secara serta merta Edo segera menguakkan kedua belah pahaku membukanya lebar-lebar untuk kemudian mulai memasukkan kontolnya ke dalam tempikku kembali.

Berlainan dengan suasana permulaan yang kualami tadi, dimana kami melakukan persetubuhan dalam suatu pertarungan yang dahsyat dan liar. Kali ini kami bersetubuh dalam suatu gerakan yang santai dalam suasana yang romantis dan penuh perasaan.

Kami menikmati sepenuhnya sentuhan-sentuhan tubuh telanjang masing-masing dalam suasana kelembutan yang mesra bagaikan sepasang suami istri yang sedang melakukan kewajibannya.

Aku pun dengan penuh perasaan dan dengan segala kepasrahan melayani Edo sebagaimana aku melayani suamiku selama ini. Keadaan ini berlangsung sangat lama sekali dan kubisikkan padanya bahwa ada bagian tertentu di dalam tempikku yang kalau tersentuh kontolnya, dapat menghasilkan rasa nikmat yang amat sangat.

Edopun kelihatannya mengerti dan berusaha menyentuh bagian itu dengan kontolnya. Keadaan ini berakhir dengan tibanya kembali puncak persenggamaan kami secara bersamaan. Inilah yang belum pernah kualami, bahkan kuimpikanpun belum pernah. Mengalami orgasme secara bersama-sama dengan pasangan bersetubuh!

Rasanya tak bisa kulukiskan dengan kata kata. Kami kini benar-benar kelelahan dan langsung tergolek di tempat tidur untuk kemudian terlelap dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang dalam.

Semenjak pengalaman kami malam itu, aku selalu terbayang-bayang kehebatan Edo. Tetapi entah kenapa suamiku malah tidak pernah membicarakan lagi soal angan-angan seksualnya dan tidak pernah menyinggung lagi soal itu.

Padahal aku malah ingin mengulanginya lagi. Karena apa yang kurasakan bersama suamiku sama sekali tidak sehebat sebagaimana yang kualami bersama Edo. Kuakui malam itu Edo memang hebat. Walaupun telah beberapa waktu berlalu namun bayangan kejadian malam itu tidak pernah berlalu dalam benakku.

Malam itu aku telah merasakan suatu kepuasan persetubuhan yang luar biasa hebatnya yang belum pernah aku alami selama ini. Bahkan dengan Ki Alugoropun tidak sehebat ini, karena dengan Edo aku merasakan orgasme berkali-kali, sedang dengan Ki Alugoro cuma sekali.

Dan walaupun telah beberapa kali menyetubuhiku, Edo masih tetap saja kelihatan bugar. kontolnya pun masih tetap ngaceng dan berfungsi dengan baik melakukan tugasnya keluar-masuk lubang tempikku dengan tegar hingga membuatku menjadi agak kewalahan.

Aku telah terkapar lunglai dengan tidak putus-putusnya mengerang kecil karena terus-menerus mengalami puncak orgasme dengan berkali-kali namun kontol Edo masih tetap ngaceng bertahan. Inilah yang membuatku terkagum-kagum.

Terus terang kuakui bahwa selama melakukan persetubuhan dengan suamiku, aku tidak pernah mengalami puncak orgasme sama sekali. Apalagi dalam waktu yang berkali-kali dan secara bertubi-tubi seperti malam itu.

Sehingga, karena desakan birahi yang selalu datang tiap hari, dengan diam-diam aku masih menjalin hubungan dengan Edo tanpa sepengetahuan suamiku. Awalnya di suatu pagi Edo berkunjung ke rumahku pada saat suamiku sudah berangkat ke tempat tugasnya. Secara terus terang saat itu dia minta kepadaku untuk mau disetubuhi.

Mulanya aku pura-pura ragu memenuhi permintaannya itu. Akan tetapi karena aku memang mengharapkan, akhirnya aku menyetujui permintaan tersebut. Apalagi kebetulan anakku juga lagi ke sekolah diantar pembantuku. Sehingga kubiarkan saja dia menyetubuhiku di rumahku sendiri.

Hubungan sembunyi-sembunyi itu rupanya membawa diriku ke dalam suatu alam kenikmatan lain tersendiri. Misalnya ketika kami bersetubuh secara terburu-buru di ruang tamu yang terbuka, kurasakan suatu sensasi kenikmatan yang hebat dan sangat menegangkan. Keadaan ini membawa hubunganku dan Edo semakin berlanjut.

Demikianlah sehingga akhirnya aku dan Edo sering melakukan persetubuhan tanpa diketahui oleh suamiku. Pernah kami melakukan persetubuhan yang liar di luar rumah, yaitu di taman dibelakang rumah, sambil menatap awan-awan yang berarak, ternyata menimbulkan sensasi tersendiri dan kenikmatan yang ambooii.

”Mestinya pemerintah memperbolehkan rakyatnya melakukan persetubuhan di tempat terbuka, asal tidak terdapat unsur paksaan!” anganku saat itu.

Aku berpikir, kalau melakukan persetubuhan di tempat terbuka dengan disaksikan oleh orang lain, pasti lebih nikmat lagi deh!

Sampai di suatu hari, Edo membisikkan rencananya kepadaku bahwa ia ingin bercinta secara three in one, tetapi bukan satu cewek dua cowok, tetapi satu cowok dua cewek. Maksudnya dia minta aku melibatkan satu orang temen cewekku untuk bersetubuh bersama.

Mula-mula aku agak kaget dibuatnya, tetapi aku pikir-pikir boleh juga ya, hitung-hitung buat menambah pengalaman dalam bersetubuh

”Wuih, pasti lebih seru nih” pikirku dalam hati sambil membayangkan kenikmatan di tempikku, apalagi sambil melihat juga Edo bersetubuh dengan cewek lain.

”Eh, tapi.. aku cemburu nggak ya? Tapi biarlah, ini kan suatu sensasi lain yang belum pernah kualami” pikirku lagi.

Aku malah menambahkan usul kepada Edo, bagaimana kalau dilakukan di taman belakang rumah, habis asik sih! Lagipula aku memang punya temen (namanya Lina) yang ketika aku ceritain soal pengalamanku dengan Ki Alugoro maupun dengan Edo, keliatannya dia bernafsu banget dan pengin ikut-ikutan menikmati, boleh secara three in one ataupun sendiri sendiri, katanya.

Soalnya kontol suaminya memang berukuran kecil dan pendek, apalagi suaminya sekarang lagi bertugas ke luar negeri dalam waktu yang lama, sehingga dia selalu kesepian di rumahnya yang besar itu.

Ketika hal itu aku katakan pada Edo, dia langsung setuju dan menanyakan kapan hal itu akan dilaksanakan?

Tentu saja aku jawab secepatnya. Keesokan harinya, sehabis berbelanja di salah satu mall aku mampir ke rumah Lina dan menceriterakan tentang rencanaku tersebut.

Tentu saja dia sangat setuju dan antusias sekali mendengarnya, tetapi dia mengajukan sebuah syarat, yaitu itu dilakukan di taman di tepi kolam renang di belakang rumahnya.
Cerita sex sahabat, foto hot terbaru, foto hot Jilbab terbaru, foto hot tante terbaru, foto sex mahasiswi, cerita sex terbaru, cerita sex three some, Cerita Sex Perawan, cerita sex pembantu nakal, cerita sex ngentot, cerita sex ABG, cerita sex Jilbab, kumpulan cerita sex perkosaan, cerita sex Janda, cerita sex Guru, cerita sex Lesbi, cerita sex Hamil, cerita sex pembantu, cerita sex Pelajar, cerita sex setengah baya, cerita sex dosen, cerita sex SMP, cerita sex pramugari, cerita sex Bertukar pasangan, Cerita Sex Suster Sange, Cerita Sex Pacar Sange, Cerita Sex Pasangan Gay

Suka Cerita Sex Selingkuh Pria Tetangga

By: Unknown on: 23:00
Web Khusus Dewasa Yang Berisakan Cerita Sex Hot Terbaru, Mesum, ABG, Ngentot, Tante, Janda, Sedarah, Mahasiswi, Selingkuh, Horny, Memek Perawan 18+. Aku teringat akan kisah yang terjadi 18 tahun yang lalu, ketika aku masih di alam persekolahan. Kisah yang akan kuceritakan ini mendatangkan kesan yang mendalam terhadap kehidupanku. Umurku sekarang 30 tahun lebih.

Suka Cerita Sex Dosen Menggairahkan

cerita sex dosen, cerita dosen terbaru, cerita dosen ngentot, kumpulan cerita dosen ngentot, cerita hot ngentot, cerita nyata dosen ngentot, koleksi cerita dosen ngentot, kumpulan cerita ngentot terbaru

Sewaktu berada di tingkat 5, di salah satu sekolah di Malaysia ini, aku terkenal dengan sifatku yang pemalu dan takut terhadap wanita. Ketakutanku itu bukan kerena takut seperti selayaknya orang melihat hantu, tetapi adalah karena tidak adanya kekuatan dalam diriku untuk berhadapan dan bergaul dengan mereka.

Walau bagaimanapun, aku seorang yang happy go lucky, suka bersenda gurau. Sekolahku tu pulak, sekolah laki-laki. Semua pelajarnya laki-laki, wanita yang ada hanyalah Dosen saja. Jadi semakin bertambahlah ketakutanku pada kaum hawa itu.

Walaupun aku tidak berani berhadapan dengan wanita, keinginanku untuk bergaul dengan mereka sangat tinggi. Aku sering berangan-angan memiliki pacar, dan aku juga suka cemburu melihat teman-temanku yang punya pacar dan sering keluar bersama pacar mereka.

Aku juga memilki tabiat yang lain, yaitu gemas jika melihat wanita dewasa dan seksi, terutama yang keturunan Cina. Bila aku pergi ke tempat renang, aku sering onani setelah melihat cewek-cewek Cina yang seksi dan menggairahkan itu.

 Akibatnya aku jarang sekali berenang. Di sekolahku, dosen wanitanya lebih banyak dari pada dosen pria. Ada yang Cina, India, dan yang Melayu pun ada. Di antara dosen perempuan tersebut, ada tiga orang yang setengah baya dan seksi.

Dua orang Cina dan seorang lagi Melayu. Dosen Cina yang dua orang ini mengajar di semester 6, selalu menggunakan kaos saja jika datang ke sekolah. Yang pertama namanya Miss Wong dan satunya lagi Madam Chong.

Madam Chong walaupun sudah memiliki tiga orang anak dan umurnya sudah dekat 40 tahun, tetapi badannya masih seksi. Sedangkan Miss Wong masih belum menikah, tetapi umurnya sudah cukup matang, kurang lebih 30 tahun.

Tubuhnya masih montok. seperti biasa, cewek Cina memang punya bentuk badan yang menarik. Sedangkan dosen wanita satunya itu adalah dosen Melayu yang baru saja dipindahkan ke sekolah ini, dengar kabar dia berasal dari Trengganu.

Dia pindah sebab ikut suaminya yang pindah kerja ke sini. Kami memanggilnya Dosen Hanizah yang berusia sekitar 25 tahun. Beliau baru saja menikah dan mempunyai seorang anak yang baru berumur setahun lebih. Kabarnya, setelah lulus kuliahnya, dia terus menikah. Tinggal di Kuala Trengganu selama setahun, terus pindah ke sini. Suaminya bekerja sebagai Pegawai Pemerintahan.

Aku sangat suka melihat ketiga orang dosen ini, wajah mereka dan badan mereka sungguh menawan, terutama dosen Hanizah. Walaupun dia tidak berpakaian seksi, apalagi bertudung tetapi tetap mengairahkan. Jika Miss Wong atau Madam Chong ingin pulang, atau baru sampai, aku pasti mendekati ke arah mobil mereka.

Bukannya mau menolong membawakan buku mereka, tetapi ingin melihat paha seksi mereka ketika sedang duduk di dalam mobil. Kemaluanku pun terangsang saat itu. Kalau Dosen Hanizah agak susah dilihat keseksiannya, sebab dia bertudung dan berbaju kurung ke sekolah.

Jika dia memakai kebarung, baru kelihatan sedikit bentuk tubuhnya yang montok dan molek itu. Apa yang aku sangat suka pada Dosen Hanizah adalah wajahnya yang lembut dan menawan, suaranya manja bila berbicara.

Dengan bentuk badan yang kecil molek, kulit yang putih akan memukau mata siapa saja yang memandang. Tetapi sayang seribu kali sayang karena ketiga dari mereka tidak ditakdirkan mengajar di kelasku.

Aku hanya dapat melihat mereka pada waktu istirahat, waktu rapat bersama ataupun di ruang guru saja. Jarang sekali kesempatan yang mengijinkanku bersama dengan mereka.

Aku teringat akan kisah yang terjadi 18 tahun yang lalu, ketika aku masih di alam persekolahan. Kisah yang akan kuceritakan ini mendatangkan kesan yang mendalam terhadap kehidupanku. Umurku sekarang 30 tahun lebih.

Sewaktu berada di tingkat 5, di salah satu sekolah di Malaysia ini, aku terkenal dengan sifatku yang pemalu dan takut terhadap wanita. Ketakutanku itu bukan kerena takut seperti selayaknya orang melihat hantu, tetapi adalah karena tidak adanya kekuatan dalam diriku untuk berhadapan dan bergaul dengan mereka.

Walau bagaimanapun, aku seorang yang happy go lucky, suka bersenda gurau. Sekolahku tu pulak, sekolah laki-laki. Semua pelajarnya laki-laki, wanita yang ada hanyalah Dosen saja. Jadi semakin bertambahlah ketakutanku pada kaum hawa itu.

Walaupun aku tidak berani berhadapan dengan wanita, keinginanku untuk bergaul dengan mereka sangat tinggi. Aku sering berangan-angan memiliki pacar, dan aku juga suka cemburu melihat teman-temanku yang punya pacar dan sering keluar bersama pacar mereka.

Aku juga memilki tabiat yang lain, yaitu gemas jika melihat wanita dewasa dan seksi, terutama yang keturunan Cina. Bila aku pergi ke tempat renang, aku sering onani setelah melihat cewek-cewek Cina yang seksi dan menggairahkan itu.

Akibatnya aku jarang sekali berenang. Di sekolahku, dosen wanitanya lebih banyak dari pada dosen pria. Ada yang Cina, India, dan yang Melayu pun ada. Di antara dosen perempuan tersebut, ada tiga orang yang setengah baya dan seksi.

Dua orang Cina dan seorang lagi Melayu. Dosen Cina yang dua orang ini mengajar di semester 6, selalu menggunakan kaos saja jika datang ke sekolah. Yang pertama namanya Miss Wong dan satunya lagi Madam Chong.

Madam Chong walaupun sudah memiliki tiga orang anak dan umurnya sudah dekat 40 tahun, tetapi badannya masih seksi. Sedangkan Miss Wong masih belum menikah, tetapi umurnya sudah cukup matang, kurang lebih 30 tahun.

Tubuhnya masih montok. seperti biasa, cewek Cina memang punya bentuk badan yang menarik. Sedangkan dosen wanita satunya itu adalah dosen Melayu yang baru saja dipindahkan ke sekolah ini, dengar kabar dia berasal dari Trengganu.

Dia pindah sebab ikut suaminya yang pindah kerja ke sini. Kami memanggilnya Dosen Hanizah yang berusia sekitar 25 tahun. Beliau baru saja menikah dan mempunyai seorang anak yang baru berumur setahun lebih. Kabarnya, setelah lulus kuliahnya, dia terus menikah. Tinggal di Kuala Trengganu selama setahun, terus pindah ke sini. Suaminya bekerja sebagai Pegawai Pemerintahan.

Aku sangat suka melihat ketiga orang dosen ini, wajah mereka dan badan mereka sungguh menawan, terutama dosen Hanizah. Walaupun dia tidak berpakaian seksi, apalagi bertudung tetapi tetap mengairahkan. Jika Miss Wong atau Madam Chong ingin pulang, atau baru sampai, aku pasti mendekati ke arah mobil mereka.

Bukannya mau menolong membawakan buku mereka, tetapi ingin melihat paha seksi mereka ketika sedang duduk di dalam mobil. Kemaluanku pun terangsang saat itu. Kalau Dosen Hanizah agak susah dilihat keseksiannya, sebab dia bertudung dan berbaju kurung ke sekolah.

Jika dia memakai kebarung, baru kelihatan sedikit bentuk tubuhnya yang montok dan molek itu. Apa yang aku sangat suka pada Dosen Hanizah adalah wajahnya yang lembut dan menawan, suaranya manja bila berbicara.

Dengan bentuk badan yang kecil molek, kulit yang putih akan memukau mata siapa saja yang memandang. Tetapi sayang seribu kali sayang karena ketiga dari mereka tidak ditakdirkan mengajar di kelasku. Aku hanya dapat melihat mereka pada waktu istirahat, waktu rapat bersama ataupun di ruang guru saja. Jarang sekali kesempatan yang mengijinkanku bersama dengan mereka.

Entah bulan berapa, aku tidak ingat, kalau tidak salah dalam bulan Maret, dosen metematikaku pindah ke sekolah lain, alasan pindahnya aku tidak ingat. Jadi, selama 2 minggu kami tidak belajar matematika.

Memasuki minggu yang ketiga, waktu pelajaran matematika, Dosen Hanizah masuk ke kelas kami. Kami semua keheranan, apakah dia masuk untuk mengganti sementara atau mengajar mata pelajaran ini untuk menggantikan dosen lama.

Dosen Hanizah yang melihat kami keheranan, menjelaskan bahwa dia akan mengajar matematika untuk kelas ini menggantikan dosen lama. Dengan tidak disangka, semua siswa dalam kelas bersorak gembira termasuk aku.

Aku tidak tahu mereka gembira karena mendapat dosen baru atau gembira karena hal lain. Yang pasti, aku gembira sebab dosen yang paling cantik, yang selalu kudambakan akan masuk mengajar di kelas ini. Ini berarti aku dapat melihat dia lebih sering.

Mulai hari itu, Dosen Hanizah yang mengajar matematika. Aku pun jadi menyukai pelajaran ini, walaupun aku tidak pernah lulus matematika sebelumnya. Aku sering tanya dan menemui dia, bertanya masalah matematika.

Dari situ, pengetahuan matematikaku bertambah, aku lulus juga akhirnya dalam ujian bulanan walaupun hanya mendapatkan nilai yang cukup. Oleh kerena terlalu menyukai Dosen Hanizah, aku jadi sedikit banyak mengetahui latar belakangnya. Kapan tanggal lahirnya, tinggal dimana dan bagaimana keadaan keluarganya.

Dalam bulan Juni, Dosen Hanizah ulang tahun, aku mengajak teman satu kelas untuk mengucapkan "Selamat Hari Ulang Tahun" bila dia masuk nanti.

Ketika Dosen Hanizah masuk ke kelas, ketua kelas mengucapkan "Selamat Hari Ulang Tahun Dosen" dan diikuti oleh kami semua. Dia terperanjat, dan bertanya dari mana kami semua tahu tanggal ulang tahunnya. Anak-anak yang lain menunjuk aku, mereka bilang kalau aku yang memberitahu.

Dosen Hanizah bertanya, "Dari mana kamu mengetahuinya..?"

"Ada lah..." jawabku, setelah itu dia tidak bertanya lagi.


Dosen Hanizah tinggal di rumah teres yang bersebelahan dengan komplek dekat tempat tinggalku, kurang lebih 2 km jaraknya dari rumahku. Waktu liburan, aku selalu berkeliling dengan sepeda ke komplek perumahan tempat tinggalnya.

Aku tahu rumahnya dan selalu mampir di situ. Pernah sekali itu, waktu sedang bersepeda, Dosen Hanizah sedang memasukkan sampah ke dalam tong di luar rumah. Dia melihatku, dan terus memanggilku. Aku pun segera pergi ke arahnya. Dia tidak memakai tudung, terurailah rambutnya yang lurus sebahu itu. Sungguh ayu aku melihatnya sore itu.

"Azlan, rumahmu dekat sini ya..?" tanyanya dalam logat Kedah.

"Tidak juga." balasku, "Tapi memang tidak terlalu jauh sih."

"Anda tinggal di sini..?" aku tanya padanya meskipun aku sudah tahu.

"Iya.."

"Sendirian aja? Mana suaminya?"

"Ada di dalam, dengan anak saya."

Ketika kami asyik berbicara, suaminya keluar, menggendong anak perempuan mereka. Terus aku diperkenalkan kepada suaminya. Aku berjabat tangan dan menegur anaknya, sekedar menunjukkan rasa hormatku. Suaminya tidak terlalu ganteng, tetapi terlihat bergaya, maklumlah pegawai. Setelah agak lama, aku minta diri untuk pulang.

Sudah 6 bulan Dosen Hanizah mengajar kami, aku bertambah pandai dalam matematika. Dan selama itulah aku sering berada di kelasnya. Aku sering membayangkan keadaan Dosen Hanizah tanpa sehelai benang pun di tubuhnya, pasti indah sekali.

Dengan bentuk tubuh yang montok, kecil, pinggang yang ramping serta kulit yang cerah, jika telanjang pasti membuat orang yang melihatnya ingin segera menerkam tanpa berpikir dua kali. Tetapi, aku hanya dapat melihat rambutnya saja di sore itu.

Hari ini libur, libur karena memperingati peristiwa Sukan Tahunan. Aku tidak tahu hendak kemana, aku lelah bersepeda dan mengayuh tanpa arah tujuan. Agak jauh kali ini aku berkeliling, ketika ingin pulang aku melewati kawasan perumahan Dosen Hanizah, waktu itu langit gelap dan kelihatannya ingin hujan. Aku berharap bisa tiba di rumah sebelum kehujanan.

Tetapi belum sampai di kawasan rumah Dosen Hanizah, hujan mulai turun, dan lama-lama semakin lebat. Pakaianku basah kuyup. Aku tidak berhenti, terus saja mengayuh sepedaku. Aku tidak sadar ternyata ban sepedaku semakin kempes, seharusnya aku memompa dulu sebelum keluar tadi.

walaupun sebentar lagi akan tiba di kawasan rumah Dosen Hanizah, aku tidak boleh menaiki sepedaku lagi, karena kalau dinaiki juga, akan semakin rusak ban sepedaku. Kemudian aku menuntun sepeda sampai ke rumah Dosen Hanizah. Niatnya aku akan meminjam pompa sepeda kepadanya.

Ketika tiba di depan pintu pagar rumahnya, aku tekan bel rumahnya. Tidak lama kemudian, pintu rumah dibuka, dari jauh terlihat Dosen Hanizah menggunakan kain batik dan berbaju T-Shirt sedang memperhatikanku.

"Dosen..!" jeritku.

"Ada apa Azlan..?" tanyanya keheranan melihat aku yang basah kuyup dalam hujan lebat dengan kilat yang sabung menyabung.

"Saya mau pinjam pompam, ban sepeda saya kempes."

"Tunggu sebentar..!" jeritnya.

Dosen Hanizah masuk kembali ke rumah dan keluar membawa payung. Dia membukakan kunci pintu pagar dan memintaku untuk masuk. Ketika menuntun sepeda masuk, mataku memperhatikan Dosen Hanizah yang berada di depan, melenggang-lenggok berjalan menuju ke dalam.

Dari belakang, kerampingannya terlihat jelas, dengan t-shirt yang agak ketat dan kain batik yang dililit memperlihatkan bentuk badannya yang menarik. Punggungnya yang montok dan pejal itu membangkitkan gairahku ketika dia berjalan. Kemaluanku langsung menegak dalam kebasahan.

"Memangnya dari mana saja kamu, kok naik sepeda hujan-hujanan?" tanyanya ketika tiba di depan pintu.

"Jalan-jalan saja, sudah mau pulang tetapi ban sepeda saya kurang angin," jelasku. "Anda punya pompa ngga..?"

"Saya lihat dulu di gudang. Masuklah dulu." menawarkan kepadaku.

"Ngga apa-apa kok, nanti malah basah pula rumah Anda."

"Tunggu dulu..." Dosen Hanizah pun meninggalkanku kedinginan di situ, dia terus pergi ke dalam. Sebentar kemudian dia keluar membawakan pompa dan handuk.

"Nah... ini..." diulurkannya pompa itu ke arahku.

Meskipun aku lelah tetapi langsung terus memompa angin ke dalam ban sepedaku.

"Ingin lansung pulang habis ini?"

"Yaa.. habis mompa terus pulang."

"Hujan selebat ini mau nekat pulang?"

"Tak apa-apa, sudah basah kuyup juga kok," jawabku lalu terbersin.

"Nah.., kan kelihatannya kamu mau kena selsema tuh."

"Hanya sedikit bersin kok," kataku lalu menyerahkan pompa kepadanya, "Terima kasih Bu.."

"Ada-ada saja kamu, handuk nih, handuki sampai kering dulu badanmu.." katanya sambil memberikan aku handuk yang dipegangnya sejak tadi.

Aku mengambil handuk itu dan mengelap rambut dan mukaku yang basah. Aku dengan santainya berhandukan seperti di rumah sendiri, aku buka baju di depan dia. Setelah itu, baru aku ingat kalau aku berada di depan dosenku.

"Sori Bu..." kataku perlahan.

Dosen Hanizah pergi ke dalam. Kukira dia marah sebab aku buka baju di depan dia, tetapi dia datang sambil membawakan sarung, T-Shirt dan sebuah bakul.

"Nah, ganti bajumu pakai ini..!" katanya sambil memberikannya kepadaku, "Baju basahnya taruh dalam bakul ini."

Kulemparkan bajuku ke dalam bakul. Kubuka celanaku langsung di depannya, tetapi dengan kusarungkan dulu tubuhku dengan sarung pemberiannya. Setelah mengeluarkan dompetku, kumasukkan celana panjangku yang basah itu ke dalam bakul, dan yang terakhir celana dalamku.

"Masuk dulu, tunggu sampai hujan berhenti baru kau pulang.." sambung Dosen Hanizah sambil mengambil bakul berisi pakaian basahku.

"Nanti dulu, saya keringkan baju ini dulu yah..?"

Aku pun mengikuti dia masuk. Setelah pintu dikunci, aku disuruh duduk di ruang tamu dan Dosen Hanizah terus pergi ke dapur. Aku melihat-lihat perhiasan rumahnya, agak mewah juga perabotan dan perhiasannya. Ketika asyik melihat-lihat, Dosen Hanizah datang dengan membawakan segelas minuman dan meletakkannya di atas meja, lalu dia duduk berhadapan denganku.

"Minumlah. Bajumu lagi Saya keringkan di belakang."

Aku pun mengambil nescafe itu dan menghirupnya.

"Mana suami Anda?" tanyaku memulai pembicaraan.

"Kerja.."

"Oh ya, hari ini kan hari kerja," balasku. "Anak..?""Sedang tidur. Kamu duduklah dulu, saya ada kerjaan di belakang." katanya sambil berdiri dan meninggalkanku.

"Oke..." ringkas jawabku.

Hujan di luar masih turun dengan lebat dan diikuti dengan bunyi guruh yang memekakkan telinga. Aku melihat-lihat kalau ada buku yang bisa kubaca dan ternyata ada. Aku ambil sebuah novel dan mulai melihat-lihat.

Sehelai demi sehelai kubuka isi novel itu, walaupun tidak kubaca. Aku sebenarnya sedang tidak ingin membaca, tetapi daripada tidak ada yang dapat kuperbuat, lihat-lihat saja juga lumayan. Aku tidak tahu apa yang sedang Dosen Hanizah perbuat di belakang.

Ketika membaca halaman demi halaman, pikiranku jauh melayang membayangkan gambaran fantasiku bersama Dosen Hanizah. Aku teringat akan cerita-cerita X dan blue film yang kutonton dulu, bila kejadiannya seperti ini, pasti akan berakhir dengan adegan asmara. Aku membayangkan diriku akan berasmara dengan Dosen Hanizah, seperti di dalam film yang pernah kutonton.

Sudah hampir 20 menit, hujan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Aku menjadi ingin buang air kecil, maklumlah udaranya dingin. Aku bangun dan terus menuju ke belakang untuk mencari kamar mandi.

Ketika aku hampir sampai di kamar mandi, aku sekilas melihat Dosen Hanizah sedang masuk ke kamarnya, hanya dalam keadaan menggunakan handuk saja, mungkin baru keluar dari kamar mandi.

Pada saat melihat tadi, aku tidak sempat melihat apa-apa kecuali tubuhnya yang hanya tertutup oleh handuk dan hanya sebentar aku melihatnya. Aku teruskan ke dapur, dan ketika melewati kamarnya, kudapati pintu kamarnya tidak tertutup rapat.

Aku beranikan diri untuk pergi ke arah pintu dan mulai mengintip Dosen Hanizah yang ada di dalam, sedang berbuat apa aku pun tidak tahu. Minta ampun.., berdesir darahku, seperti tercabut jantungku rasanya melihat Dosen Hanizah yang dalam keadaan telanjang di dalam kamarnya. Serta merta kemaluanku menegak.

Aku hanya dapat melihat bagian belakangnya saja, dari ujung rambut sampai ke tumit, semuanya jelas terlihat. Saat itu Dosen Hanizah sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk yang tadi dipakainya. Inilah pertama kalinya aku melihat perempuan telanjang secara langsung, biasanya hanya dari video saja.

Terpatung-patung aku di muka pintu melihat bentuk badan Dosen Hanizah yang seksi, pinggang ramping, punggung yang montok serta kulit yang putih mulus sedang mengeringkan rambutnya. Hampir timbul niatku untuk segera masuk dan meraba tubuhnya saat itu, tetapi aku takut nanti dia malah tidak mau dan menuduhku ingin berbuat cabul terhadapnya.

Apa yang sedang dilakukan Dosen Hanizah terus memukau mataku. Kadang handuk itu digosokkan ke celah selangkangannya, lalu dilapkan. Kemudian handuk itu dilemparkan ke atas gantungan. Secara tidak disadari, Dosen Hanizah membalikkan badannya ke arah pintu, tempat aku berdiri.

Dia jongkok untuk membuka pintu lemari dan terlihatlah sekujur tubuh tanpa sehelai benang pun yang hanya selama ini menjadi khayalanku saja. Buah dada Dosen Hanizah yang menonjol segar kemerah-merahan itu sempat kuperhatikan, begitu juga dengan segitiga emas miliknya yang dijaga rapih dengan bulu yang tersusun indah, semuanya sempat kulihat.

Bersamaan dengan itu, Dosen Hanizah menengok ke arah pintu dan melihat aku sedang memperhatikannya, dan, "Hei..!" sergahnya.

Lalu dia menutup bagian tubuhnya dengan kain yang sempat diambilnya dari dalam lemari. Aku terkejut, terus lari meninggalkan tempat itu. Aku terus ke kamar mandi. Aku diam di situ hingga kemaluanku mengedur, sebelum kencing. Mana bisa aku kencing saat kemaluanku berdiri tegak dan keras.

Ketika selesai, perlahan-lahan aku keluar, kudapati pintu kamarnya tertutup rapat. Mungkin Dosen Hanizah ada di dalam. Mungkin dia malu, aku pun malu kalau ketahuan dia saat aku mengintipnya. Aku terus ke ruang tamu.

Sebenarnya setelah itu aku mau langsung pulang saja meskipun hujan belum reda, karena takut Dosen Hanizah marah sebab kuintip dia tadi. Tetapi, baju basahku ada padanya dan belum kering lagi.

Aku tidak tahu dimana dia meletakkannya, kalau tahu pasti kuambil dan terus pulang. Meskipun perasaanku tidak tentram tetapi aku tetap menunggu di ruang tamu sambil menduga-duga apa yang akan terjadi nantinya.

Tidak lama kemudian, Dosen Hanizah pun datang. Dia menggunakan kain batik dengan kemeja lengan pendek. Wajahnya tidak menunjukkan senyumnya, tidak juga memperlihatkan tanda akan marah. Dia duduk di depanku, sempat juga aku sekilas memperhatikan pangkal buah dadanya yang putih itu. Dia menatap tepat ke arah mataku. Aku takut, lalu mengalihkan pandanganku.

"Azlan..!" tegurnya dengan nada yang agak tinggi.

Aku menoleh menantikan ucapan yang akan keluar dari mulut yang kecil berbibir munggil itu.

"Sudah lama Azlan ada di dekat pintu tadi..?"

"Minta maaf Bu.." balasku lemah, tunduk mengakui kesalahan.

"Saya tanya, sudah lama Kamu lihat Saya sewaktu di dalam kamar tadi..?" dia mengulangi kata-katanya itu.

"Lama juga..."

"Kamu melihat apa yang saya perbuat..?"

Aku mengangguk lemah dan berkata, "Maafkan Saya Bu..."

"Azlan..! Azlan..! Kenapa kamu mengintip Saya..?" nada suara Dosen Hanizah kembali lembut.

"Saya tak sengaja, bukannya mau mengintip, tapi pintu kamarnya yang tak rapat..."

"Salah Saya juga, sebab tidak menutup pintu tadi." balasnya.

Dosen Hanizah sepertinya tidak marah, kupandangi wajahnya yang ayu itu, terpancar kejernihan di wajahnya. Aku hanya mampu tersenyum dalam hati saja bila dia senyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Kenapa kamu kelihatan pucat..?"

"Takut, takut Anda marah..."

"Sudahlah, Saya tidak marah. Saya juga yang salah, bukan hanya Kamu. Sebenarnya siapa pun yang punya kesempatan seperti itu pasti akan melakukan yang Kamu lakukan tadi..." jelasnya.

Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Tidak disangka Dosen Hanizah begitu sportif, walaupun dalam kasus begini seharusnya dia marah.

"Aaa, tak tahu sopan juga Kamu..." katanya sambil mencubirkan bibir.

Aku tertawa kecil mengenang peristiwa yang terjadi tadi.

Sesungguhnya aku memang sudah bertindak yang tidak sopan sebab dengan sengaja melihat Dosen Hanizah yang bertelanjang bulat. Kemaluanku menegang di dalam sarung membayangkan tubuh montoknya Dosen Hanizah yang tidak dilindungi sehelai benang pun. Cepat-cepat kututupi dengan meletakkan bantal kecil ke atas kemaluanku. Jika terlihat Dosen Hanizah, bisa malu aku dibuatnya.

"Lho, belum turun juga..?" tegurnya manja karena rupanya dia sempat melihat sarungku.

Aku menjadi malu dan posisi dudukku menjadi tidak nyaman lagi. Aku tidak mampu lagi untuk berkata-kata bila ditegur seperti itu.

Agak lama suasana hening menyelubungi ruang tamu rumah yang dihias indah itu.

"Bu..?" aku mula bersuara, "Sungguh hebat..!"

"Apa yang hebat..?"

"Pemandangan yang tadi kulihat."

"Apa yang Kamu lihat..?"

"Perempuan telanjang."

"Heh..! Tak sopan betul Kamu ini..!"

"Betul, Anda lihat saja ini..!" kataku sambil memindahkan bantal dari perutku.

Menimbullah batang kemaluanku ditutupi sarung milik suaminya.

"Tidak mau turun lagi dia..," sambungku sambil menunjuk ke arah tonjolan di bawah pusarku yang bersarung milik suaminya.

Dosen Hanizah tebengong-bengong dengan tindakanku, namun matanya terpaku di tonjolan pada sarung yang kupakai.

"Hei..! Sopanlah sedikit..!" tegurnya.

Aku membiarkan kemaluanku mencuat tinggi di sarung yang kupakai, aku tidak menutupnya, aku biarkan saja ia tersembul. Kubiarkan Dosen Hanizah menatapnya, tetapi Dosen Hanizah merasa malu, matanya dialihkan ke arah lain, sesekali matanya memandang ke arah tonjolan itu.

"Bu..?" sambungku lagi.

Dia terdiam menantikan kata-kata yang lain, sekali-kali dia memandang ke bawah.

"Anda tahu tidak..? Anda lah orang yang paling cantik di sekolah kita..."

"Mana mungkin..?" balasnya manja malu-malu.

"Betul. Semua teman saya bilang seperti itu. Dosen lelaki pun bilang hal yang sama."

"Alah, bohong..."

"Betul, saya tidak membual..."

"Apa buktinya..?"

"Buktinya, tadi. Saya sudah melihat seluruh lekuk tubuh anda ketika anda tidak memakai baju tadi. Itulah buktinya." jawabku dengan berani.

Aku kira dia akan marah, tetapi Dosen Hanizah terdiam, dia tertunduk malu. Melihat gelagatnya itu, aku semakin berani mengucapkan kata-kata yang lebih sensual.

"Badan Anda kecil dan molek, kulit Anda putih, pinggang ramping, punggung montok..."

"Ah, sudah, sudah..!" dia memotong perkataanku.

Terlihat wajahnya menjadi merah menahan malu, tetapi aku tidak peduli, kemudian aku meneruskan rayuanku, "Punggung Anda tadi Saya lihat padat dan montok. Itu dari belakang. Ketika Anda berbalik ke depan, kemaluan Anda yang cantik itu membuat batang Saya hampir patah. Tetek Anda membuat Saya ingin langsung menghisapnya, terlihat sedap." sambungku.

Terlihat saat itu Dosen Hanizah tidak membantah, dia masih tetap tertunduk malu.

Masa aku akan bilang seperti ini padanya, "Penisku jangan berontak, kayak mau tercabut, punyaku tegang tak tahu kalau aku lagi berusaha." tapi itu hanya dalam hati saja.

Dosen Hanizah masih tunduk membisu, perlahan-lahan aku bangun menghampiri dan duduk di sebelah kirinya. Aku rasa dia merasakan niatku, tapi dia seakan-akan tidak tahu. Aku rangkulkan tangan dan memegang belakang badannya.

"Rilek Bu.., Saya hanya main-main saja..!"

Dia terkejut ketika kupegang punggungnya. Lalu dia goyangkan badan, aku pun segera menurunkan tanganku itu. Aku masih tetap di sebelahnya, bahu kami bersentuhan, paha kami juga bergesekan. Hujan makin lebat, tiba-tiba terdengar bunyi petir yang agak kuat.

Dosen Hanizah terkejut dan dengan spontan dia memeluk diriku. Aku pun terkejut, turut mendekap kepalanya yang berada di dadaku. Sempat juga aku belai rambutnya.

Entah karena apa, dia sadar dan, "Sori..." katanya ringkas lalu membetulkan posisi duduknya.

Aku melepaskan tanganku yang melingkari badannya, wajahnya kupandang, Dosen Hanizah menoleh ke arahku, tetapi setelah itu dia kembali terdiam dan tunduk ke bawah.

Kaget juga kurasa tadi, mula-mula dapat melihat tubuhnya yang telanjang, setelah itu dapat memeluk sebentar. Puas, aku puas walaupun hanya sebentar. Entah bagaimana membayangkannya, saat itu petir berbunyi lagi dan saat itu seakan-akan menyambar dekat bangunan rumah dosenku.

Terperanjat karena bunyi yang lebih dahsyat itu, sekali lagi Dosen Hanizah berpaling dan memeluk tubuhku. Aku tidak melepaskan peluang untuk memeluknya kembali. Kulingkarkan tangan kiriku ke pinggangnya yang ramping dan tangan kananku membelai rambut dan kepalanya. Kali ini aku rapatkan badanku ke arahnya, terasa buah dadanya yang pejal menekan-nekan dadaku.

Dosen Hanizah mendongakkan kepalanya menatap wajahku. Aku masih tidak melepaskan dia dari rangkulanku, belakang badannya kuusap dari rambut sampai ke pinggang. Dia menatapku seolah-olah memintaku untuk melepaskannya, tapi aku menatap tepat ke dalam anak matanya.

Mata kami bertemu, perlahan-lahan aku rapatkan wajahku ke arah wajahnya, bibirku kuarahkan ke bibirnya yang munggil dan separuh terbuka itu. Makin rapat, dan hampir menyentuh bibirnya, dan bersentuhanlah bibirku dengan bibir dosen yang mengajarku matematika itu.

Belum sempat aku mencium bibirnya, hanya terkena sedikit, Dosen Hanizah memalingkan wajahnya sambil tangannya mendorong badanku minta agar dilepaskan.

Aku tetap tidak melepaskan dia, peluang seperti ini tidak mudah kudapatkan. Kutarik dia lagi lebih rapat. Terkejut Dosen Hanizah dengan tindakanku.

"Azlan... tidak enak ahh..." Dosen Hanizah menolak sambil meronta lemah.

Aku tidak peduli, kueratkan lagi pelukanku, dada kami bertemu, terasa denyut dadanya naik turun dengan nafas yang agak kencang.

"Please Bu..." rayuku.

"Tidak etis ahh.., Saya ini isteri orang..!" rontanya lagi.

"Tenanglah Anda.., pleasseee..." balasku lagi sambil mencium lehernya dengan lembut. Sempat juga aku menjilat cuping telinganya.

"Ja.. ja.. ngan.. lah..!" bantahnya lagi dengan suara yang terputus-putus.

Dia memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan, mengelakkan ciumanku. Aku terus mencium lehernya sambil mengeratkan pelukan, karena tak ingin terlepas.

"A.. a... zzlaaan.. ja..." belum sempat Dosen Hanizah menghabiskan kata-katanya, bibirku berpautan pada bibirnya, kali ini aku cium sekuat-kuatnya.

"Mmmppphhh... mmmppphh..." Dosen Hanizah tidak bersuara lagi saat mulutnya kukecup.

Dia meronta semakin kuat. Aku terus mencium dan mengecup bibir dan mulutnya sambil tangan kiri menggosok ke seluruh bagian belakang badan dan tangan kananku memegang kepalanya agar kecupanku tidak putus dari mulutnya. Diselingi dengan punggungnya yang pejal itu kuremas, kupecet semauku.

Agak lama mulutku berpaut di bibirnya, hingga rontaannya semakin lemah, suaranya tidak lagi berbunyi, lama-kelamaan tidak ada lagi rontaan, sebaliknya tangan Dosen Hanizah memeluk erat leherku.

Aku merasakan bibirnya mulai membalas ciumanku. Apa lagi, aku pun mula menciumnya dengan penuh mesra dan kelembutan, dia membalas sambil mengeratkan pelukannya. Terasa lidahnya dijulurkan. Aku menyambut dan lalu menghisap lidahnya, saling bergantian kami berhisap lidah. Pada waktu itu, hanya terdengar bunyi air hujan yang jatuh membasahi bumi dan bunyi kecupan mulut kami berdua.

Agak lama kami berciuman, bertautan bibir dan lidah sambil berpelukan mesra. Kemudian, Dosen Hanizah meleraikan tautan itu diikuti dengusan birahi, "Mmmm..."

Kami bertatapan mata, tanganku masih dilingkarkan pada tubuhnya, badan kami masih saling rapat, nafasnya semakin kencang, nafsuku semakin meningkat diikuti dengan kemaluanku yang semakin menegang.

Tatapan matanya yang redup itu bagaikan meminta sesuatu, sehingga kutambatkan sekali lagi bibirku ke bibirnya. Kami saling berciuman mesra, sesekali ciuman ditujukan ke arah leher yang putih itu, kucium, kugigit dan kujilat batang lehernya. Dosen Hanizah hanya menggeliat kegelian diperlakukan seperti itu.

"Ooohhh... A.. zzlannn..." suara manjanya menusuk ke dalam lubang telingaku.

Sambil berciuman, tangan kananku kugeser ke arah depan, buah dadanya kupegang, kuremas lembut. Terasa ketegangan buah dadanya, pejal dan montok. Dosen Hanizah hanya dapat mendesis menahan keenakan yang dirasakannya.

Ciumanku bergerak juga ke pangkal dadanya yang putih itu. Aku cium ke seluruh permukaan pangkal dadanya, kemejanya kutarik sedikit ke bawah, hingga menampakkan BH berwarna hitam yang dipakainya. Kepala dan rambutku diremas dan dipeluk erat oleh Dosen Hanizah ketika dadanya kucium dan payudaranya kuremas.

"Aaahhh... mmmppphhh..." rintihannya membangkitkan nafsuku.

Aku semakin berani, kancing kemejanya kubuka satu persatu sambil tetap aku mencium dan mengecup wajahnya. Mulut kami bertautan lagi ketika jari-jari tanganku sibuk menanggalkan kancing kemejanya, dan akhirnya habis juga kancingnya kubuka.

Perlahan-lahan sambil mencium mulutnya, aku melucutkan kemejanya ke belakang. Seperti dalam film, Dosen Hanizah meluruskan tangan agar kemeja itu dapat dilucutkan dari tubuhnya. Kini, bagian atas tubuh Dosen Hanizah hanya terbalut BH saja.

Aku leraikan ciuman mulut, lalu mencium pangkal buah dada di atas BH-nya. Aku cium, aku jilat seluruh pangkal buah dadanya sambil meremas-remas. Suara rintihan Dosen Hanizah semakin kuat apabila kupencet putingnya yang masih berada di dalam BH.

Dosen Hanizah merangkul erat dan meremas-remas rambutku. Sambil mencium dan meremas buah dadanya, kulingkarkan tanganku ke belakang dan mulai mencari kancing penyangkut BH yang dipakai Dosen Hanizah. Ketemu, dan terus kulepaskan kancing itu. Perlahan-lahan aku menarik turun BH hitamnya ke bawah dan terus kulempar ke atas sofa.

Terpukau mataku ketika bertatapan dengan payudaranya yang putih kemerahan yang tadi hanya dapat kulihat dari jauh saja. Aku puntir dan main-mainkan putingnya sambil mulutku mencium dan menjilat yang sebelahnya lagi.

Suara desisan Dosen Hanizah semakin manja, semakin bergairah kudengar. Habis kedua belah payudaranya kujilat dan kuhisap semauku, putingnya kujilat, aku gigit mesra dengan diikuti rangkulan erat oleh Dosen Hanizah ke kepalaku.

Sambil mengulum puting payudaranya, aku membuka t-shirt yang kupakai tadi, lalu melemparkannya ke bawah. Aku tidak berbaju, begitu juga Dosen Hanizah, kami berdua hanya bersarung dan memakai kain batik saja. Suasana dingin terasa oleh desiran hujan di luar, namun kehangatan tubuh Dosen Hanizah

membangkitkan nafsu birahi kami. Aku terus memeluk Dosen Hanizah erat-erat sambil berkecupan mulut. Buah dadanya terasa hangat bergesekan dengan dadaku. Inilah perasaan yang sukar digambarkan, berpelukan dengan perempuan dalam keadaan tidak berbaju, buah dadanya yang pejal menekan-nekan dadaku ke kiri dan ke kanan mengikuti alunan nafsu.

Setelah agak lama berciuman dan berpelukan, kubaringkan Dosen Hanizah ke atas sofa itu. Dia merelakannya. Aku menatap sekujur tubuh yang separuh telanjang itu di depan mata. Saat aku berdiri, Dosen Hanizah hanya memandang sayu melihatku melucutkan sarungku dan bertelanjang di hadapannya.

Kemaluan yang sudah menegang itu memerlukan sesuatu untuk dijinakkan. Aku duduk kembali di sisinya, terus membelai buah dadanya yang menegang itu. Aku kembali mengulum puting payudaranya sambil tangan kananku turun ke arah lembah, lalu merabanya untuk mencari puncak kebirahian wanita yang begitu dipelihara.

Segitiga emas milik Dosen Hanizah akan kuraba, aku mulai mengusap dan menggosok di bagian bawah lembah itu. Terangkat-angkat punggung Dosen Hanizah menahan keenakan dan kenikmatan yang sukar digambarkan oleh kata-kata. Yang kedengaran hanyalah rintihan dan desisan manja yang mempesonakan birahiku, "Mmmpphhhmm... aaahhh..."

Aku mulai melepaskan ikatan kain batiknya, dengan lembut aku menarik kain itu ke bawah untuk melucutkan terus dari tubuhnya. Segitiga emasnya hanya ditutupi secarik kain berwarna hitam yang juga harus kulucutkan. Kuusap kemaluannya dari luar, terasa basah dan lengket pada ujung lembah yang subur itu.

Pahanya kuraba dan kuusap sambil lidahku menjilat dan mencium pusatnya. Bergelinjang badan Dosen Hanizah diperlakukan seperti itu. Kedua tanganku memegang celana dalamnya dan mulai melorotkan ke bawah, kutarik tubuhnya dengan punggung Dosen Hanizah diangkatnya sedikit, dan terlucutlah benteng terakhir yang ada pada tubuh Dosen Hanizah.

Aku tidak melepaskan peluang untuk menatap sekujur tubuh lemah yang tidak dibaluti sehelai benang pun. Hal seperti ini sangat diinginkan oleh setiap insan bergelar lelaki, dan yang lebih lagi adalah ternyata yang berada di depan mata minta dijamah. Terlihat vaginanya berair di sekeliling bulu-bulu tipis yang terjaga rapih.

Kusentuh kemaluannya sehingga terangkat tubuhnya menahan keenakan. Kusentuh lagi dan kugesekkan jari-jariku melewati hutan itu, suara mengerang mengiringi gerak tubuhnya. Kelentitnya kumainkan, kupelintir sehingga suara yang dikeluarkan kali ini agak kuat diiringi dengan badannya terangkat karena kejang. Terasa basah jariku waktu itu, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi saat itu, tetapi sekarang baru kutahu bahwa Dosen Hanizah mengalami klimaks.

Awalnya aku ingin menjilati vaginanya seperti yang ada di video BF, tetapi tak jadi sebab liang senggamanya sudah berair dan basah. Aku terus menghimpitkan tubuhku ke atas tubuhnya dengan lembut sambil mencium wajahnya.

Kemaluanku bergesekan dengan kemaluannya. Terasa ujung kejantananku bertemu dengan bulu dan air mani yang membasahi lembah kenikmatan itu. Setelah mendapatkan kedudukan yang tepat, kupegang kejantanan dan mengarahkan ke lubang senggamanya.

Seperti dirancang, Dosen Hanizah membuka dan meluaskan kangkangannya sedikit. Setelah berada di ujung muara, aku pun melabuhkan tongkat nakhodaku ke dalam lautan birahi dengan perlahan-lahan diikuti oleh desisian dan raungan kami berdua yang bergantian, mengiringi terbenamnya tongkat ke dalam lembah di lautan.

"Aaarrrghhh... mmm..."

Aku menekan sampai pangkal kemaluan dan membiarkannya sekejap karena terasa seperti terjepit. Aku mencium leher dan mulutnya berulang kali. Bila keadaan sudah agak tenang, aku mulai mendayung, atas, bawah, pelan dan teratur.

Kenikmatan pada waktu itu adalah sangat indah, susah untuk dapat dikatakan, kemudian aku menggerakkan ke atas dan ke bawah berulang kali. Saat pertama kali aku perbuat padanya terasa seperti menjepit, karena vaginanya memang sempit. Dosen Hanizah tidak merasakan sakit yang berpengaruh karena dia pernah melakukannya dengan suaminya.

Aku dorong dan tarik kemaluanku dengan diiringi suara mengerang yang agak kuat sambil melihat pemandangan indah di bawah. Sungguh pemandangan yang indah jika dapat melihat kejantananku sendiri sedang masuk dan keluar dari lubang senggama wanita, dengan bunyi yang cukup menawan.

Dosen Hanizah memeluk erat pinggangku ketika bergoyang mengimbangi tubuhku, punggungnya bergerak ke atas dan ke bawah mengikuti arus irama. Sesekali dia menggoyang-goyangkan punggungnya untuk membantu daya dorongku, terasa kenikmatan yang tiada bandingnya. Kulajukan dayungan, semakin laju dengan suara yang semakin kuat.

Dosen Hanizah hampir mengeluarkan suara erangannya, dan aku merasakan hampir keluar seperti gunung berapi hendak memuntahkan lavanya. Aku lajukan lagi, dengan sekuat tenaga kutusukkan sedalam-dalamnya diikuti dengan teriakan Dosen Hanizah. Dengan jeritan Dosen Hanizah yang nyaring, terpancurlah air maniku jauh ke dasar lubang senggamanya.

Ketika kubuka mataku, aku melihat mata Dosen Hanizah menutup serta dadanya yang naik turun dengan cepat, ada tetesan peluh di dadanya. Begitu juga badanku, terasa peluh meleleh di belakang. Kejantananku semakin menekan ke dalam lubang kenikmatanya yang semakin lembab akibat muntahan yang terjadi bersamaan.

Kukecup dahi Dosen Hanizah, dia membuka mata dan tersenyum memandangku. Aku membalasnya dengan mengecup mesra bibirnya. Akhirnya aku tindih tubuhnya di atas sofa itu dengan kepalaku kuletakkan di atas dadanya. Terdengar bunyi degupan jantung yang kencang di dada Dosen Hanizah, dosen yang mengajarku matematika di sekolah.

Setelah beberapa menit, aku bangun dan mengeluarkan batang kejantananku dari dalam lubang senggamanya. Terlihat sedikit air maniku meleleh keluar melalui lubang kemaluannya yang berdenyut-denyut menahan kenikmatan.

Aku ambil tisue di tepi meja dan kubersihkan air mani yang meleleh itu. Dosen Hanizah hanya memandang sambil melemparkan senyuman mesra ke arahku. Kemaluanku yang masih basah kubiarkan kering sendiri. Aku duduk bersila di atas karpet dengan menghadap arah memandang wajahnya. Kepalaku sejajar dengan kepalanya yang masih terbaring di atas sofa itu. Aku meremas dan memilin putting payudaranya. Dosen Hanizah membiarkan sambil tangannya membelai rambutku. Terasa seperti suami isteri.

"Terima kasih sayang..." bisikku lembut.

Dosen Hanizah mengangguk senyum.


Agak lama juga kami dalam keadaan itu sambil menantikan tenaga pulih kembali dan sampai jantung berdegup dengan normal. Kemudian Dosen Hanizah bangun dan mencapai pakaiannya pergi ke dalam kamarnya. Jam menunjukkan pukul 11:30 pagi. Hujan masih belum berhenti, tidak ada tanda-tanda mau berhenti. Aku kenakan lagi sarungku, tetapi baju tidak kupakai lagi. Karena masih letih, aku duduk bersandar di sofa mengenang peristiwa tadi.

Pikiranku menerawang. Inilah kenikmatan badan, apa yang kuidamkan selama ini akhirnya bisa kudapatkan. Dosen yang selama ini hanya hadir dalam khayalanku saja telah nyata kurasakan. Berasmara dengan Dosen Hanizah adalah impian setiap lelaki yang mengenalnya, dan aku dapat menikmati tubuh yang menggiurkan itu.

Jika selama ini kulihat Dosen Hanizah bertudung dan berbaju penuh, hari ini aku melihatnya tanpa pakaian, mengamati tubuhnya yang indah, setiap lekuk badannya, payudaranya dan kemaluannya. Semuanya kualami dengan menikmati pemandangan yang mempesona, malah tidak hanya itu, tetapi juga dapat merasakan kenikmatan yang ada pada tubuh itu. Aku bahagia. Aku puas, sangat puas dengan apa yang telah kulakukan tadi. Aku tersenyum sendirian.

Ketika aku melamun, aku dikejutkan dengan bunyi dentuman petir yang kuat. Aku teringat Dosen Hanizah. Jam sudah menunjukkan 12:00 tengah hari. Rupanya sudah hampir setengah jam aku melamun. Aku bangun dan menuju ke arah kamar Dosen Hanizah. Kuketuk pintu dan terus masuk. Kelihatan dosen Hanizah telah berpakaian tidur sedang menyikat rambutnya.

"Ada apa Azlan..?" tanyanya lembut.

"Bosen aja diluar sendirian." jawabku ringkas sambil duduk di tepi ranjang memandang Dosen Hanizah menyisir rambutnya. Dipojok kamar terlihat ranjang kecil yang di dalamnya ada bayi perempuan Dosen Hanizah yang sedang tidur dengan nyenyaknya. Bunyi dentuman petir seperti tidak diperhatikan, dia tidur seperti tidak menghiraukan keadaan sekitarnya.

"Terima kasih yah..." kataku.

"Terima kasih apa..?"

"Yang tadi. Sebab tadi adalah pengalaman yang terindah buat saya."

"Ohhh... tapi jangan kasih tau orang lain."

"Janji." balasku.

Aku kembali memperhatikannya berdandan. Harum minyak wanginya menusuk hidung ketika Dosen Hanizah menyemprotkan ke badannya.

"Kenapa Anda tidak marah..?"

"Marah kenapa..?"

"Iya.., awalnya Anda melarang, Anda menolak Saya, tapi setelah itu..?"

"Setelah itu Saya biarkan..?" sambungnya.

"Haaa..." jawabku dan langsung kusambung, "Apa sebabnya..?"

"Kalau Saya lawan pun Kamu pasti memaksa, Kamu pasti sangat menginginkan."

"Belum tentu." jawabku.

"Pasti begitu. Saya mana mungkin melawan. Jadi lebih baik Saya biarkan dan berbagi saja denganmu. Kan dua-duanya senang." jelasnya.

"Anda tidak menyesal..?" tanyaku ingin kepastian.

"Kalau rela, mana mungkin menyesal, buat apa..?" jelasnya lagi, "Lagian juga Kamu tidak memperkosa Saya, Kamu kan minta baik-baik, Saya jadi memberinya. Ditambah Kamu sudah lihat Saya telanjang. Lain halnya kalau kamu masuk ke rumah Saya, terus menyerang Saya dan perkosa Saya. Kalau itu Saya pasti akan lapor polisi dan Kamu pasti dipenjara."

"Habis, anda kelihatannya mau melapor. Iya nggak..?" tanyaku meyakinkan.

"Lapor..? Buat apa..? Kamu kan bukan masuk dengan cara paksa, Saya yang suruh Kamu masuk. Saya juga yang membiarkan Kamu menyetubuhi Saya."

"Kalau suami Anda tahu..?"

"Gimana dia akan tahu..?" tanya Dosen Hanizah. "Ini kan hanya rahasia kita saja kan..?" aku mengangguk. "Jadi, janganlah beritahu orang lain..!" aku angguk lagi tanda paham.

Dia menuju ke arah ranjang anaknya sambil membelainya dengan penuh kasih sayang seorang ibu. Kemudian Dosen Hanizah menghampiriku dan duduk di sebelahku.


"Wanginya..." sapaku manja. Dosen Hanizah mencubit pahaku dan aku berkata, "Saya mau lagi..."

"Mau apa..?"

"Yang seperti tadi."

"Tadi kan sudah..."

"Tak puas...""Aiii... nggak puas juga..? Suami Saya sekali saja langsung lelah dan tidur, Kamu mau lagi..?"

"Soalnya.., peluang seperti ini susah Saya dapatkan. Lagian tadi Saya tak sempat jilat vagina Anda. Anda pun tak pegang penis Saya. Saya ingin merasakan perempuan pegang penis Saya." jawabku jujur.

"Jilat..? Mau meniru cerita BF yach..?" balasnya tersenyum.

Aku mengangguk membalas senyumannya. Kemaluanku kembali menegang, tenagaku sudah pulih. Aku pegang tangan Dosen Hanizah dan meletakkannya di atas batang kemaluanku yang mengeras itu. Dosen Hanizah seperti paham dan meraba batangku yang ada di dalam sarungku. Aku biarkan saja, sedap rasanya.

Setelah itu, aku berdiri dan melucuti sarungku. Aku dengan telanjang berdiri di hadapan Dosen Hanizah. Dia hanya tersenyum memandangku. Perlahan-lahan, kemaluanku yang menegang itu dipegangnya, dibelai dan diusap ke atas dan ke bawah.

Nikmatnya tak terkira, selalu jari sendiri yang berbuat, tapi hari ini jari jemari lembut seorang wanita cantik yang melakukannya. Aku mendesis karena nikmatnya. Aku berharap Dosen Hanizah akan menghisap dan mengulum batang kejantananku.

Memang Dosen Hanizah sudah tahu keinginanku. Diciumnya ujung batang kemaluan aku, dan ujung lidahnya dimainkan di lubang kepala kejantananku. Aku terasa ngilu, tapi sedap. Perlahan-lahan Dosen Hanizah membuka mulut dan memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya.

Terasa kehangatan air liurnya membasahi batang yang setengahnya berada di dalam mulutnya. Dihisapnya penisku, dikulumnya ke atas dan ke bawah. Terasa seperti tercabut ketika itu. Kupegang dan remas rambutnya yang baru disisir tadi.

Aku dorong batang kemaluanku jauh ke dalam mulutnya, terasa ujung kejantananku terkena dasar tenggorokannya. Dosen Hanizah menghisap sampai ke pangkal sambil tangannya meremas-remas telur zakarku.

Di saat itu, aku rasakan kenikmatan yang lain dari yang tadi. Kubiarkan Dosen Hanizah menghisap semaunya, kubiarkan dia menjilat seluruh batang kemaluanku, telurku. Sengaja kubiarkan sebab sangat nikmat rasanya.

Setelah itu, aku pegang bahunya. Dia berdiri memandang dengan penuh kesayuan. Aku pegang dan belai rambut yang terurai di bahu. Perlahan-lahan kulepaskan baju tidurnya ke bawah, dia tidak memakai pakaian dalam.

Terlihatlah tubuh Dosen Hanizah yang bertelanjang di hadapanku. Aku lingkarkan tangan di pinggang dan mulai mendekapnya lembut. Kami berpelukan dan bertautan bibir sambil jari-jariku meraba dan menggosok seluruh badan.

Sekarang baru aku bisa merangkul tubuh yang kecil molek dengan pinggang yang ramping iti sepuas-puasnya. Pinggangnya kecil tapi sangat proposional. Kudekap dan kuremas punggungnya sambil menggesek-gesekkan batang kejantananku ke perutnya. Sungguh nikmat dapat berpelukan sambil berdiri.

Aku baringkan dia di atas ranjang sambil terus memberikan kecupan demi kecupan. Kali ini aku tidak berlama-lama mencium payudaranya sebab sasaran muluku adalah ke liang kenikmatannya. Aku turunkan ciumanku ke bawah, kemaluannya masih kering. Aku terus mencium kemaluannya itu dengan lembut.

Terangkat punggungnya menahan kenikmatan itu. Bibir kemaluannya kujilat, kujulurkan lidah dan menusuk ke dalam lubangnya. Dia mendesis keenakan sambil menggeliat manja. Biji kelentitnya kuhisap, kujilat semaunya. Vagina Dosen Hanizah mulai basah, aku tak peduli, aku terus jilat dan hisap sambil tanganku meremas-remas puting payudaranya.

Tiba-tiba, saat menikmati sedapnya menjilat, Dosen Hanizah meraung dengan tubuhnya terangkat. Serentak dengan itu, habis mulutku dibasahi dengan simbahan air dari dalam liang kewanitaannya. Ada yang masuk ke dalam mulutku sedikit, rasanya agak payau dan sedikit asin. Aku berhenti dan mengelapkan mulutku yang basah karena air maninya.

Rupanya Dosen Hanizah klimaks. Aku mainkan dengan jari saja lubang vagina itu. Entah karena apa, timbul nafsu untuk menjilat air maninya lagi. Aku kembali membenamkam wajahku dan mulai menjilat lembah yang basah berair itu. Lama-lama rasanya menjadi sedap, habis kujilat, kuhisap vaginanya.

Dosen Hanizah hanya merintih manja sambil meliukkan tubuhnya. Ketika aku menghisap kelentitnya, kumainkan lubang kenikmatannya dengan jari. Tiba-tiba, sekali lagi dia terkejang kepuasan, dan kedua kali jugalah air maninya menerjah ke dalam mulutku.

Dengan mulut yang basah karena air maninya, kucium mulut dia. Air maninya bercampur dengan air liurnya apabila aku membiarkan lidahku dihisap. Dosen Hanizah menjilat air maninya sendiri tanpa mengetahuinya. Ketika sudah habis air mani di mulutku karena disedotnya, aku mulai menghentikan pemanasan.

Tubuhnya kutindih, dengan sauh dihalakan ke lubuk yang dalam dan dilepaskan layar, maka jatuhlah sauh ke dalam lubuk yang selama ini hanya dilabuhkan oleh sebuah kapal dan seorang nakhoda saja. Kini kapal lain datang bersama nahkoda muda yang terpaksa berhempas pulas melawan badai mengarungi lautan birahi untuk sampai di pulau impian bersama-sama.

Perjuangan kali ini lebih lama, dan melelahkan kerena masing-masing tidak mau mengalah duluan. Berbagai aksi dilakukan untuk sampai ke puncak kejayaan. Tubuh Dosen Hanizah kusetubuhi dalam berbagai posisi, dia juga memberikan kerjasama yang baik kepadaku dalam menempuh gelombang. Akhirnya, setelah berhempas pulas, kami tiba juga di pulau impian dengan kejayaan bersama, serentak dengan terjahan padu air hikmat serta jeritan manja, si puteri meraung kepuasan.

Kami terdampar keletihan setelah penat belayar. Terkulai Dosen Hanizah di dalam dekapanku. Kali ini lebih romantis, sebab kami berbuat di atas ranjang dengan kasur yang empuk. Banyak posisi dan gaya yang telah kami lakukan. Kami telentang kelelahan, dengan peluh memercik membasahi tubuh dan wajah kami.

Air maniku meleleh keluar kedua kalinya dari lubang yang sama. Dosen Hanizah mendekap badanku sambil jarinya membelai kemaluanku yang terkulai basah itu. Dimainkannya seperti bayi mendapatkan boneka. Kubiarkan sambil mengecup dahinya tanda terima kasih. Kami tidak bersuara karena sangat letih.

Saat itu sempat juga aku mengalihkan pandangan ke arah tempat tidur anaknya, kelihatan masih terlena dibuai mimpi. Aku risau juga, takut dia terbangun kerena jeritan dan raungan kepuasan ibunya yang berhempas pulas melawan badai samudera bersama nakhoda muda yang tidak dikenalinya.

Tubuh kami terasa tidak bernyawa, rasanya untuk mengangkat kaki pun tidak kuat. Lemah segala sendi dan urat dalam badan. Hanya suara rintihan manja saja yang mampu dikeluarkan dari pita suara kami dalam kedinginan akibat hujan yang masih turun lebat.

"Terima kasih ya..." aku mengecup dahinya, dia tersenyum. Kepuasan nampak terpancar di wajahnya.

"Kamu benar-benar hebat..." sahutnya.

"Hebat apa..?"

"Iya lah, dua kali dalam sejam."

"First time." balasku ringkas.

"Belum pernah Saya merasa puas seperti ini." jelasnya jujur.

"Belum pernah..?" tanyaku keheranan.

Dia mengangguk perlahan, "Saya tidak pernah orgasme lebih dulu."

"Suami Anda melakukan apa saja..?"

"Dia hanya memasukkannya sampai Dia keluar..." sambungnya. "Bila sudah keluar, dia letih, terus tertidur. Saya sudah tidak terangsang lagi saat itu."

"Kenapa Anda tidak memintanya..?" saranku.

"Kalau sudah keluar, Dia tidak terangsang lagi."

"Dalam seminggu berapa kali Anda berbuat..?" tanyaku mengorek rahasia mereka.

"Sekali, kadang-kadang tidak dapat sama sekali dalam seminggu itu..."

"Kenapa..?"

"Dia pulangnya terlalu malam, jadi sudah letih. Tidak nafsu lagi untuk bersetubuh."

"Ohhh..." aku menganguk seakan memahami.

"Kapan terakhir Anda melakukannya..?" pancingku lagi.

"Ehh, dua minggu yang lalu." jawabnya yakin.

"Sudah dua minggu Anda tidak mendapatkannya..?" sambungku terkejut, Dosen Hanizah hanya menganggukkan kepala mengiyakannya.

"Jelas Dosen Hanizah tidak marah besar ketika aku mulai menjamah tubuhnya." dalam hatiku, "Dia mengidamkan juga rupanya..."

Hampir setengah jam kami berbicara dalam keadaan berpelukan dan bertelanjang di atas ranjang itu. Segala hal mengenai masalah rumah tangganya kutanya dan dijawabnya dengan jujur. Semua hal yang berkaitan diceritakannya, termasuk jeritan batinnya yang rindu akan belaian dari suami yang tidak pernah benar-benar dinikmatinya.

Suaminya terlalu sibuk dengan kerjanya hingga mengabaikan nafkah batin si isteri. Memang bodoh suami Dosen Hanizah, sebab tidak menggunakan sepenuhnya tubuh yang menjadi idaman setiap lelaki yang memandang itu. Nasibku baik, sebab dapat menikmati tubuh itu dan sekaligus membantu menyelesaikan masalah kepuasan batinnya.

Aku semakin bangga apabila dengan jujur Dosen Hanizah mengakui bahwa aku telah berhasil memberikan kepuasan kepada dirinya, batinnya kini tidak lagi bergejolak. Raungannya kini tidak lagi tidak dipenuhi, Dosen Hanizah sudah dapat apa yang diinginkan batinnya selama ini, walaupun bukan berasal dari suaminya sendiri, tetapi dengan anak muridnya, yang lebih muda 10 tahun tetapi gagah seperti berusia 30 tahun.

Desiran hujan semakin berkurang, rintiknya semakin perlahan, menunjukkan tanda-tanda hendak berhenti. Kami bangun dan melihat ke luar jendela. Seperti disuruh, Dosen Hanizah mengenakan kembali pakaian tidurnya lalu terus ke dapur. Aku menanti di kamar itu. Tak lama kemudian, dia masuk dan menyerahkan pakaianku yang hampir kering. Setelah mengenakan pakaian, aku ke ruang tamu dan minta diri untuk pulang karena terlihat hujan sudah berhenti.

Dosen Hanizah mengiringi aku ke pintu. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih atas segala layanannya. Dosen Hanizah juga berterima kasih kerena telah membantunya. Aku ambil sepedaku, lalu membuka pintu pagar dan terus mengayuh menuju ke rumah. Tidak terlihat Dosen Hanizah di halaman rumah, maklumlah hujan, lagi pula sekarang waktunya makan siang.

Setibanya di rumah, aku mandi. Di kamar, terlihat dengan jelas bekas gigitan di leherku. Ah, gawat bisa malu aku nanti. Aku berniat kalau tidak hilang sampai besok, aku pasti tidak akan ke sekolah.

Keesokan harinya, tidak terlihat bekas gigitan pada leherku. Aku ke sekolah seperti biasa bersama adik-adikku yang lain. Mereka perempuan, jadi tidak satu sekolah denganku. Di sekolah, bila bertemu dengan Dosen Hanizah yang berbaju kurung bertudung kepala, aku tersenyum dan mengucapkan selamat, seperti tidak ada sesuatu di antara kami.

Dosen Hanizah pun bertingkah biasa saja, walaupun di hati kami masing-masing tahu apa yang telah terjadi sewaktu hujan lebat kemarin. Di dalam kelas, dia mengajar seperti biasa. Aku pun tidak macam-macam, takut nanti teringat dan menginkannya di kelas.

Selama sebulan lebih setelah kejadian itu, kami masih bersandiwara seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Tidak pernah bercerita tentang hal itu. Kalau kami bertemu pun, hanyalah berkisar masalah pelajaran. Aku yang baru pertama kali mendapatkannya, sudah merasa ketagihan. Terasa ingin lagi menjamah tubuh perempuan, sudah tak kuat nafsuku ditahan.

Pada suatu hari, kalau tidak salah hari Selasa, aku berjumpa dengannya di ruang guru. Waktu itu, ruang guru sedang kosong, aku memberanikan diri meminta keinginanku untuk menjamah kenikmatan tubuhnya. Pada awalnya Dosen Hanizah agak keberatan, tetapi setelah mendesak dan membujuknya, dia mulai lembut. Dosen Hanizah setuju, tapi dia akan beritahu aku bila saatnya memungkinkan. Aku minta padanya kalau bisa dalam waktu dekat ini karena aku sudah tak tahan lagi. Kalau keadaan aman, dia akan memberitahuku katanya. Aku gembira dengan penjelasan itu.

Tiga hari setelah itu, Dosen Hanizah memanggilku ke ruang guru. Dia memintaku ke rumahnya malam Senin. Dia memberitahu bahwa suaminya akan keluar kota ke Johor selama dua hari. Aku janji akan datang. Aku setuju, tapi bagaimana caraku untuk bilang pada orang tuaku kalau aku akan bermalam di luar.

Aku ijin untuk menginap di rumah teman dengan alasan belajar bersama dan terus ke sekolah besoknya. Mereka mengijinkan. Tiba malam yang dijanjikan, kurang lebih pukul 8:00, aku tiba. Dosen Hanizah menyambutku dengan senyuman. Anaknya yang bermain-main dengan permainannya terhenti melihatku masuk.

Setelah melihatku, dia kembali bermain lagi. Nasib baik karena anak Dosen Hanizah masih kecil jadi masih belum mengerti apa-apa. Malam itu, kami tidur bersama di kamar seperti sepasang suami isteri. Persetubuhan kami malam itu memang menarik, seperti sudah lama tidak merasanya.

Aku melepaskan rinduku ke seluruh bagian tubuhnya. Dosen Hanizah kini tidak lagi malu-malu meminta dipenuhi keinginannya jika lagi nafsu. Kalau tidak salah, malam itu kami bermain sampai 4 kali. Yang terakhir kali sudah sampai dini hari, dan kami tertidur. Bangun-bangun sudah pukul 8:00 lebih ketika anaknya menangis. Kami sudah terlambat ke sekolah, Dosen Hanizah menelpon dan mengatakan kalau dia sakit. Aku pun sudah malas untuk ke sekolah.

Setelah menenangkan anaknya dengan memberikan susu, dia menidurkan kembali anaknya. Kami bersarapan dengan makanan yang disediakannya. Kemudian, kami mandi bersama, bertelanjang dan bersenggama di dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku minta dia untuk menerima seluruh air maniku ke dalam mulutnya.

Dosen Hanizah setuju, setelah puas, batang kejantananku menyusuri lembah, di saat mau melepaskan puncak kenikmatanku, aku minta Dosen Hanizah duduk dan aku arahkan senjataku ke sasaran, dan terus menembak ke mulutnya yang terbuka lebar. Penuh mulut Dosen Hanizah dengan air maniku. Ada beberapa tetes yang tertelan, yang lain dimuntahkannya kembali. Aku mengarahkan batang kejantananku masuk ke dalam mulutnya, dia terpaksa menerima dan mulai menghisap batang kejantananku yang masih berlinang dengan sisa air mani yang ada.

Kami terus mandi dan membersihkan badan. Anaknya telah lama tertidur, kami berdua beristirahat di ruang tamu sambil mendengar radio. Kami berbincang tentang hal peribadi masing-masing. Sesekali Nescafe panas yang dihidangkan oleh Dosen Hanizah kuhirup. Aku memberitahu padanya kalau aku tak pernah punya cewek kalau ditanya orang lain, dan aku juga merasa bangga kerena dapat merasakan nikmatnya hubungan antara lelaki dan perempuan lebih awal.

Sambil berbicara, aku mengusap dan meremas lembut buah dada dosenku yang berada di sebelah. Aku juga bertanya tentang suaminya, adakah dia tahu atau merasa ada perubahan sewaktu berasmara bersama. Dosen Hanizah menjelaskan bahwa dia berbuat seperti biasanya, waktu berasmara pun seperti biasa.

Dosen Hanizah tidak pernah menghisap kemaluan suaminya sebab suaminya tidak mau, begitu juga kemaluannya tidak pernah dijilat. Jadi, akulah orang pertama menjilat kemaluannya dan kemaluan akulah yang pertama masuk ke dalam mulut Dosen Hanizah. Dosen Hanizah bilang suaminya merasa jijik apabila kemaluannya dijilat, dihisap dan dimainkan dengan mulut. Karena itulah, Dosen Hanizah tidak keberatan mengulum kemaluanku karena memang diiginkannya. Kami ketawa kecil mengenangkan aksi-aksi gairah yang pernah kami lakukan.

Jam menunjukkan pukul 10:00 lebih. Dosen Hanizah bangun menuju ke kamarnya, aku mengekori. Di kamar, dia melihat keadaan anaknya yang sedang pulas. Perlahan-lahan aku memeluknya dari belakang. Tanganku, kulingkarkan ke pinggangnya yang ramping sambil mulut mengecup lembut lehernya. Sesekali tanganku meremas buah dadanya yang kian menegang. Aku memalingkan tubuhnya, kami berdakapan sambil berkecupan bibir. Tubuhnya kubaringkan ke atas ranjang sambil mengulum bibirnya dengan mesra. Pakaiannya kulepaskan, begitu juga dengan pakaianku. Mudah dilepaskan karena memang kami masing-masing sudah merencanakannya.

Entah berapa kali mulutku penuh dengan air maninya sebelum kemaluanku menerobos liang keramat itu. Kali ini aksi kami semakin ganas. Tubuhnya yang kecil itu kutindih semaunya. Akhirnya, muntahan cairan kentalku tidak dilepaskan di dalam, tetapi di mulutnya. Air maniku memenuhi mulutnya ketika kumuntahkan di situ. Dia menerimanya dengan rela sambil menjilat-jilat sisanya yang meleleh keluar, sambil batang kemaluanku dikulumnya untuk menjilati sisa-sisa yang masih ada. Aku tersenyum melihat lidahnya yang menjilat-jilat itu seperti mendapatkan suatu makanan yang lezat. Dia juga ikut tersenyum melihatku.

Setelah habis ditelannya. Aku mulai memakai kembali pakaianku. Dosen Hanizah duduk bersandar, masih bertelanjang.

"Sedap..?" tanyaku sambil menjilat bibir.

Dosen Hanizah mengangguk paham. Dia kemudian mengenakan pakaian tidurnya lalu menemaniku hingga ke pintu. Setelah selesai, aku minta diri untuk pulang ke rumah, takut nanti bohongku ketahuan. Dia melepasku dengan berat hati. Aku pulang, orang tuaku tidak ada, yang ada hanya pembantu. Aku memberitahu mareka kalau aku sakit dan terus ke kamar untuk tidur.

Begitulah kisahku berasmara dengan dosen matematikaku yang hingga kini masih menjadi kenangan, walaupun sudah 10 tahun lebih aku meninggalkan sekolah dan negeri itu untuk berkerja di Kuala Lumpur. Waktu aku tingkat 6, Dosen Hanizah pindah ke Johor. Selama itu, banyak sekali kami melakukan hubungan seks. Sebelum berpindah, Dosen Hanizah mengandung, aku sempat juga tanya anak siapa, dia tidak menjawab tapi tersenyum memandangku. Aku mengerti, itu adalah hasil dari benih yang kutaburkan berkali-kali. Setelah itu, aku tak pernah bertemu atau mendengar kisahnya.

Aku mendapat kabar angin kalau Dosen Hanizah kini mengajar di Kuala Lumpur. Kalau betul, aku mau coba mencari walaupun kini usianya kurang lebih 43 tahun. Sampai sekarang aku masih belum menemuinya, tetapi sebelum Hari Raya tahun 2000, aku melihat Dosen Hanizah di Mid Valley Shopping Centre sedang belanja dengan anak-anaknya.

Entah bulan berapa, aku tidak ingat, kalau tidak salah dalam bulan Maret, dosen metematikaku pindah ke sekolah lain, alasan pindahnya aku tidak ingat. Jadi, selama 2 minggu kami tidak belajar matematika. Memasuki minggu yang ketiga, waktu pelajaran matematika, Dosen Hanizah masuk ke kelas kami.

Kami semua keheranan, apakah dia masuk untuk mengganti sementara atau mengajar mata pelajaran ini untuk menggantikan dosen lama. Dosen Hanizah yang melihat kami keheranan, menjelaskan bahwa dia akan mengajar matematika untuk kelas ini menggantikan dosen lama. Dengan tidak disangka, semua siswa dalam kelas bersorak gembira termasuk aku. Aku tidak tahu mereka gembira karena mendapat dosen baru atau gembira karena hal lain. Yang pasti, aku gembira sebab dosen yang paling cantik, yang selalu kudambakan akan masuk mengajar di kelas ini. Ini berarti aku dapat melihat dia lebih sering.

Mulai hari itu, Dosen Hanizah yang mengajar matematika. Aku pun jadi menyukai pelajaran ini, walaupun aku tidak pernah lulus matematika sebelumnya. Aku sering tanya dan menemui dia, bertanya masalah matematika. Dari situ, pengetahuan matematikaku bertambah, aku lulus juga akhirnya dalam ujian bulanan walaupun hanya mendapatkan nilai yang cukup. Oleh kerena terlalu menyukai Dosen Hanizah, aku jadi sedikit banyak mengetahui latar belakangnya. Kapan tanggal lahirnya, tinggal dimana dan bagaimana keadaan keluarganya.

Dalam bulan Juni, Dosen Hanizah ulang tahun, aku mengajak teman satu kelas untuk mengucapkan "Selamat Hari Ulang Tahun" bila dia masuk nanti. Ketika Dosen Hanizah masuk ke kelas, ketua kelas mengucapkan "Selamat Hari Ulang Tahun Dosen" dan diikuti oleh kami semua. Dia terperanjat, dan bertanya dari mana kami semua tahu tanggal ulang tahunnya. Anak-anak yang lain menunjuk aku, mereka bilang kalau aku yang memberitahu.

Dosen Hanizah bertanya, "Dari mana kamu mengetahuinya..?"
"Ada lah..." jawabku, setelah itu dia tidak bertanya lagi.

Dosen Hanizah tinggal di rumah teres yang bersebelahan dengan komplek dekat tempat tinggalku, kurang lebih 2 km jaraknya dari rumahku. Waktu liburan, aku selalu berkeliling dengan sepeda ke komplek perumahan tempat tinggalnya. Aku tahu rumahnya dan selalu mampir di situ. Pernah sekali itu, waktu sedang bersepeda, Dosen Hanizah sedang memasukkan sampah ke dalam tong di luar rumah. Dia melihatku, dan terus memanggilku. Aku pun segera pergi ke arahnya. Dia tidak memakai tudung, terurailah rambutnya yang lurus sebahu itu. Sungguh ayu aku melihatnya sore itu.

"Azlan, rumahmu dekat sini ya..?" tanyanya dalam logat Kedah.

"Tidak juga." balasku, "Tapi memang tidak terlalu jauh sih."

"Anda tinggal di sini..?" aku tanya padanya meskipun aku sudah tahu.

"Iya.."

"Sendirian aja? Mana suaminya?"

"Ada di dalam, dengan anak saya."

Ketika kami asyik berbicara, suaminya keluar, menggendong anak perempuan mereka. Terus aku diperkenalkan kepada suaminya. Aku berjabat tangan dan menegur anaknya, sekedar menunjukkan rasa hormatku. Suaminya tidak terlalu ganteng, tetapi terlihat bergaya, maklumlah pegawai. Setelah agak lama, aku minta diri untuk pulang.

Sudah 6 bulan Dosen Hanizah mengajar kami, aku bertambah pandai dalam matematika. Dan selama itulah aku sering berada di kelasnya. Aku sering membayangkan keadaan Dosen Hanizah tanpa sehelai benang pun di tubuhnya, pasti indah sekali. Dengan bentuk tubuh yang montok, kecil, pinggang yang ramping serta kulit yang cerah, jika telanjang pasti membuat orang yang melihatnya ingin segera menerkam tanpa berpikir dua kali. Tetapi, aku hanya dapat melihat rambutnya saja di sore itu.

Hari ini libur, libur karena memperingati peristiwa Sukan Tahunan. Aku tidak tahu hendak kemana, aku lelah bersepeda dan mengayuh tanpa arah tujuan. Agak jauh kali ini aku berkeliling, ketika ingin pulang aku melewati kawasan perumahan Dosen Hanizah, waktu itu langit gelap dan kelihatannya ingin hujan.

Aku berharap bisa tiba di rumah sebelum kehujanan. Tetapi belum sampai di kawasan rumah Dosen Hanizah, hujan mulai turun, dan lama-lama semakin lebat. Pakaianku basah kuyup. Aku tidak berhenti, terus saja mengayuh sepedaku. Aku tidak sadar ternyata ban sepedaku semakin kempes,

seharusnya aku memompa dulu sebelum keluar tadi. walaupun sebentar lagi akan tiba di kawasan rumah Dosen Hanizah, aku tidak boleh menaiki sepedaku lagi, karena kalau dinaiki juga, akan semakin rusak ban sepedaku. Kemudian aku menuntun sepeda sampai ke rumah Dosen Hanizah. Niatnya aku akan meminjam pompa sepeda kepadanya.

Ketika tiba di depan pintu pagar rumahnya, aku tekan bel rumahnya. Tidak lama kemudian, pintu rumah dibuka, dari jauh terlihat Dosen Hanizah menggunakan kain batik dan berbaju T-Shirt sedang memperhatikanku.

"Dosen..!" jeritku.

"Ada apa Azlan..?" tanyanya keheranan melihat aku yang basah kuyup dalam hujan lebat dengan kilat yang sabung menyabung.

"Saya mau pinjam pompam, ban sepeda saya kempes."

"Tunggu sebentar..!" jeritnya.

Dosen Hanizah masuk kembali ke rumah dan keluar membawa payung. Dia membukakan kunci pintu pagar dan memintaku untuk masuk. Ketika menuntun sepeda masuk, mataku memperhatikan Dosen Hanizah yang berada di depan, melenggang-lenggok berjalan menuju ke dalam. Dari belakang, kerampingannya terlihat jelas, dengan t-shirt yang agak ketat dan kain batik yang dililit memperlihatkan bentuk badannya yang menarik. Punggungnya yang montok dan pejal itu membangkitkan gairahku ketika dia berjalan. Kemaluanku langsung menegak dalam kebasahan.

"Memangnya dari mana saja kamu, kok naik sepeda hujan-hujanan?" tanyanya ketika tiba di depan pintu.

"Jalan-jalan saja, sudah mau pulang tetapi ban sepeda saya kurang angin," jelasku. "Anda punya pompa ngga..?"

"Saya lihat dulu di gudang. Masuklah dulu." menawarkan kepadaku.

"Ngga apa-apa kok, nanti malah basah pula rumah Anda."

"Tunggu dulu..." Dosen Hanizah pun meninggalkanku kedinginan di situ, dia terus pergi ke dalam. Sebentar kemudian dia keluar membawakan pompa dan handuk.

"Nah... ini..." diulurkannya pompa itu ke arahku.

Meskipun aku lelah tetapi langsung terus memompa angin ke dalam ban sepedaku.

"Ingin lansung pulang habis ini?"

"Yaa.. habis mompa terus pulang."

"Hujan selebat ini mau nekat pulang?"

"Tak apa-apa, sudah basah kuyup juga kok," jawabku lalu terbersin.

"Nah.., kan kelihatannya kamu mau kena selsema tuh."

"Hanya sedikit bersin kok," kataku lalu menyerahkan pompa kepadanya, "Terima kasih Bu.."

"Ada-ada saja kamu, handuk nih, handuki sampai kering dulu badanmu.." katanya sambil memberikan aku handuk yang dipegangnya sejak tadi.

Aku mengambil handuk itu dan mengelap rambut dan mukaku yang basah. Aku dengan santainya berhandukan seperti di rumah sendiri, aku buka baju di depan dia. Setelah itu, baru aku ingat kalau aku berada di depan dosenku.

"Sori Bu..." kataku perlahan.

Dosen Hanizah pergi ke dalam. Kukira dia marah sebab aku buka baju di depan dia, tetapi dia datang sambil membawakan sarung, T-Shirt dan sebuah bakul.

"Nah, ganti bajumu pakai ini..!" katanya sambil memberikannya kepadaku, "Baju basahnya taruh dalam bakul ini."

Kulemparkan bajuku ke dalam bakul. Kubuka celanaku langsung di depannya, tetapi dengan kusarungkan dulu tubuhku dengan sarung pemberiannya. Setelah mengeluarkan dompetku, kumasukkan celana panjangku yang basah itu ke dalam bakul, dan yang terakhir celana dalamku.

"Masuk dulu, tunggu sampai hujan berhenti baru kau pulang.." sambung Dosen Hanizah sambil mengambil bakul berisi pakaian basahku.

"Nanti dulu, saya keringkan baju ini dulu yah..?"

Aku pun mengikuti dia masuk. Setelah pintu dikunci, aku disuruh duduk di ruang tamu dan Dosen Hanizah terus pergi ke dapur. Aku melihat-lihat perhiasan rumahnya, agak mewah juga perabotan dan perhiasannya. Ketika asyik melihat-lihat, Dosen Hanizah datang dengan membawakan segelas minuman dan meletakkannya di atas meja, lalu dia duduk berhadapan denganku.

"Minumlah. Bajumu lagi Saya keringkan di belakang."

Aku pun mengambil nescafe itu dan menghirupnya.

"Mana suami Anda?" tanyaku memulai pembicaraan.

"Kerja.."

"Oh ya, hari ini kan hari kerja," balasku. "Anak..?""Sedang tidur. Kamu duduklah dulu, saya ada kerjaan di belakang." katanya sambil berdiri dan meninggalkanku.

"Oke..." ringkas jawabku.

Hujan di luar masih turun dengan lebat dan diikuti dengan bunyi guruh yang memekakkan telinga. Aku melihat-lihat kalau ada buku yang bisa kubaca dan ternyata ada. Aku ambil sebuah novel dan mulai melihat-lihat. Sehelai demi sehelai kubuka isi novel itu, walaupun tidak kubaca. Aku sebenarnya sedang tidak ingin membaca, tetapi daripada tidak ada yang dapat kuperbuat, lihat-lihat saja juga lumayan.

Aku tidak tahu apa yang sedang Dosen Hanizah perbuat di belakang. Ketika membaca halaman demi halaman, pikiranku jauh melayang membayangkan gambaran fantasiku bersama Dosen Hanizah. Aku teringat akan cerita-cerita X dan blue film yang kutonton dulu, bila kejadiannya seperti ini, pasti akan berakhir dengan adegan asmara. Aku membayangkan diriku akan berasmara dengan Dosen Hanizah, seperti di dalam film yang pernah kutonton.

Sudah hampir 20 menit, hujan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Aku menjadi ingin buang air kecil, maklumlah udaranya dingin. Aku bangun dan terus menuju ke belakang untuk mencari kamar mandi.

Ketika aku hampir sampai di kamar mandi, aku sekilas melihat Dosen Hanizah sedang masuk ke kamarnya, hanya dalam keadaan menggunakan handuk saja, mungkin baru keluar dari kamar mandi. Pada saat melihat tadi, aku tidak sempat melihat apa-apa kecuali tubuhnya yang hanya tertutup oleh handuk dan hanya sebentar aku melihatnya. Aku teruskan ke dapur, dan ketika melewati kamarnya, kudapati pintu kamarnya tidak tertutup rapat.

Aku beranikan diri untuk pergi ke arah pintu dan mulai mengintip Dosen Hanizah yang ada di dalam, sedang berbuat apa aku pun tidak tahu. Minta ampun.., berdesir darahku, seperti tercabut jantungku rasanya melihat Dosen Hanizah yang dalam keadaan telanjang di dalam kamarnya. Serta merta kemaluanku menegak.

Aku hanya dapat melihat bagian belakangnya saja, dari ujung rambut sampai ke tumit, semuanya jelas terlihat. Saat itu Dosen Hanizah sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk yang tadi dipakainya. Inilah pertama kalinya aku melihat perempuan telanjang secara langsung, biasanya hanya dari video saja.

Terpatung-patung aku di muka pintu melihat bentuk badan Dosen Hanizah yang seksi, pinggang ramping, punggung yang montok serta kulit yang putih mulus sedang mengeringkan rambutnya. Hampir timbul niatku untuk segera masuk dan meraba tubuhnya saat itu, tetapi aku takut nanti dia malah tidak mau dan menuduhku ingin berbuat cabul terhadapnya.

Apa yang sedang dilakukan Dosen Hanizah terus memukau mataku. Kadang handuk itu digosokkan ke celah selangkangannya, lalu dilapkan. Kemudian handuk itu dilemparkan ke atas gantungan. Secara tidak disadari, Dosen Hanizah membalikkan badannya ke arah pintu, tempat aku berdiri.

Dia jongkok untuk membuka pintu lemari dan terlihatlah sekujur tubuh tanpa sehelai benang pun yang hanya selama ini menjadi khayalanku saja. Buah dada Dosen Hanizah yang menonjol segar kemerah-merahan itu sempat kuperhatikan, begitu juga dengan segitiga emas miliknya yang dijaga rapih dengan bulu yang tersusun indah, semuanya sempat kulihat.

Bersamaan dengan itu, Dosen Hanizah menengok ke arah pintu dan melihat aku sedang memperhatikannya, dan, "Hei..!" sergahnya.

Lalu dia menutup bagian tubuhnya dengan kain yang sempat diambilnya dari dalam lemari. Aku terkejut, terus lari meninggalkan tempat itu. Aku terus ke kamar mandi. Aku diam di situ hingga kemaluanku mengedur, sebelum kencing. Mana bisa aku kencing saat kemaluanku berdiri tegak dan keras.

Ketika selesai, perlahan-lahan aku keluar, kudapati pintu kamarnya tertutup rapat. Mungkin Dosen Hanizah ada di dalam. Mungkin dia malu, aku pun malu kalau ketahuan dia saat aku mengintipnya. Aku terus ke ruang tamu. Sebenarnya setelah itu aku mau langsung pulang saja meskipun hujan belum reda, karena takut Dosen Hanizah marah sebab kuintip dia tadi.

Tetapi, baju basahku ada padanya dan belum kering lagi. Aku tidak tahu dimana dia meletakkannya, kalau tahu pasti kuambil dan terus pulang. Meskipun perasaanku tidak tentram tetapi aku tetap menunggu di ruang tamu sambil menduga-duga apa yang akan terjadi nantinya.

Tidak lama kemudian, Dosen Hanizah pun datang. Dia menggunakan kain batik dengan kemeja lengan pendek. Wajahnya tidak menunjukkan senyumnya, tidak juga memperlihatkan tanda akan marah. Dia duduk di depanku, sempat juga aku sekilas memperhatikan pangkal buah dadanya yang putih itu. Dia menatap tepat ke arah mataku. Aku takut, lalu mengalihkan pandanganku.

"Azlan..!" tegurnya dengan nada yang agak tinggi.

Aku menoleh menantikan ucapan yang akan keluar dari mulut yang kecil berbibir munggil itu.
"Sudah lama Azlan ada di dekat pintu tadi..?"

"Minta maaf Bu.." balasku lemah, tunduk mengakui kesalahan.

"Saya tanya, sudah lama Kamu lihat Saya sewaktu di dalam kamar tadi..?" dia mengulangi kata-katanya itu.

"Lama juga..."

"Kamu melihat apa yang saya perbuat..?"

Aku mengangguk lemah dan berkata, "Maafkan Saya Bu..."

"Azlan..! Azlan..! Kenapa kamu mengintip Saya..?" nada suara Dosen Hanizah kembali lembut.

"Saya tak sengaja, bukannya mau mengintip, tapi pintu kamarnya yang tak rapat..."

"Salah Saya juga, sebab tidak menutup pintu tadi." balasnya.

Dosen Hanizah sepertinya tidak marah, kupandangi wajahnya yang ayu itu, terpancar kejernihan di wajahnya. Aku hanya mampu tersenyum dalam hati saja bila dia senyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Kenapa kamu kelihatan pucat..?"

"Takut, takut Anda marah..."

"Sudahlah, Saya tidak marah. Saya juga yang salah, bukan hanya Kamu. Sebenarnya siapa pun yang punya kesempatan seperti itu pasti akan melakukan yang Kamu lakukan tadi..." jelasnya.
Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Tidak disangka Dosen Hanizah begitu sportif, walaupun dalam kasus begini seharusnya dia marah.

"Aaa, tak tahu sopan juga Kamu..." katanya sambil mencubirkan bibir.

Aku tertawa kecil mengenang peristiwa yang terjadi tadi.

Sesungguhnya aku memang sudah bertindak yang tidak sopan sebab dengan sengaja melihat Dosen Hanizah yang bertelanjang bulat. Kemaluanku menegang di dalam sarung membayangkan tubuh montoknya Dosen Hanizah yang tidak dilindungi sehelai benang pun. Cepat-cepat kututupi dengan meletakkan bantal kecil ke atas kemaluanku. Jika terlihat Dosen Hanizah, bisa malu aku dibuatnya.
"Lho, belum turun juga..?" tegurnya manja karena rupanya dia sempat melihat sarungku.
Aku menjadi malu dan posisi dudukku menjadi tidak nyaman lagi. Aku tidak mampu lagi untuk berkata-kata bila ditegur seperti itu.

Agak lama suasana hening menyelubungi ruang tamu rumah yang dihias indah itu.

"Bu..?" aku mula bersuara, "Sungguh hebat..!"

"Apa yang hebat..?"

"Pemandangan yang tadi kulihat."

"Apa yang Kamu lihat..?"

"Perempuan telanjang."

"Heh..! Tak sopan betul Kamu ini..!"

"Betul, Anda lihat saja ini..!" kataku sambil memindahkan bantal dari perutku.

Menimbullah batang kemaluanku ditutupi sarung milik suaminya.

"Tidak mau turun lagi dia..," sambungku sambil menunjuk ke arah tonjolan di bawah pusarku yang bersarung milik suaminya.

Dosen Hanizah tebengong-bengong dengan tindakanku, namun matanya terpaku di tonjolan pada sarung yang kupakai.

"Hei..! Sopanlah sedikit..!" tegurnya.

Aku membiarkan kemaluanku mencuat tinggi di sarung yang kupakai, aku tidak menutupnya, aku biarkan saja ia tersembul. Kubiarkan Dosen Hanizah menatapnya, tetapi Dosen Hanizah merasa malu, matanya dialihkan ke arah lain, sesekali matanya memandang ke arah tonjolan itu.

"Bu..?" sambungku lagi.

Dia terdiam menantikan kata-kata yang lain, sekali-kali dia memandang ke bawah.

"Anda tahu tidak..? Anda lah orang yang paling cantik di sekolah kita..."

"Mana mungkin..?" balasnya manja malu-malu.

"Betul. Semua teman saya bilang seperti itu. Dosen lelaki pun bilang hal yang sama."

"Alah, bohong..."

"Betul, saya tidak membual..."

"Apa buktinya..?"

"Buktinya, tadi. Saya sudah melihat seluruh lekuk tubuh anda ketika anda tidak memakai baju tadi. Itulah buktinya." jawabku dengan berani.

Aku kira dia akan marah, tetapi Dosen Hanizah terdiam, dia tertunduk malu. Melihat gelagatnya itu, aku semakin berani mengucapkan kata-kata yang lebih sensual.

"Badan Anda kecil dan molek, kulit Anda putih, pinggang ramping, punggung montok..."
"Ah, sudah, sudah..!" dia memotong perkataanku.

Terlihat wajahnya menjadi merah menahan malu, tetapi aku tidak peduli, kemudian aku meneruskan rayuanku, "Punggung Anda tadi Saya lihat padat dan montok. Itu dari belakang. Ketika Anda berbalik ke depan, kemaluan Anda yang cantik itu membuat batang Saya hampir patah. Tetek Anda membuat Saya ingin langsung menghisapnya, terlihat sedap." sambungku.
Terlihat saat itu Dosen Hanizah tidak membantah, dia masih tetap tertunduk malu.

Masa aku akan bilang seperti ini padanya, "Penisku jangan berontak, kayak mau tercabut, punyaku tegang tak tahu kalau aku lagi berusaha." tapi itu hanya dalam hati saja.

Dosen Hanizah masih tunduk membisu, perlahan-lahan aku bangun menghampiri dan duduk di sebelah kirinya. Aku rasa dia merasakan niatku, tapi dia seakan-akan tidak tahu. Aku rangkulkan tangan dan memegang belakang badannya.
"Rilek Bu.., Saya hanya main-main saja..!"

Dia terkejut ketika kupegang punggungnya. Lalu dia goyangkan badan, aku pun segera menurunkan tanganku itu. Aku masih tetap di sebelahnya, bahu kami bersentuhan, paha kami juga bergesekan. Hujan makin lebat, tiba-tiba terdengar bunyi petir yang agak kuat. Dosen Hanizah terkejut dan dengan spontan dia memeluk diriku. Aku pun terkejut, turut mendekap kepalanya yang berada di dadaku. Sempat juga aku belai rambutnya.

Entah karena apa, dia sadar dan, "Sori..." katanya ringkas lalu membetulkan posisi duduknya.
Aku melepaskan tanganku yang melingkari badannya, wajahnya kupandang, Dosen Hanizah menoleh ke arahku, tetapi setelah itu dia kembali terdiam dan tunduk ke bawah.

Kaget juga kurasa tadi, mula-mula dapat melihat tubuhnya yang telanjang, setelah itu dapat memeluk sebentar. Puas, aku puas walaupun hanya sebentar. Entah bagaimana membayangkannya, saat itu petir berbunyi lagi dan saat itu seakan-akan menyambar dekat bangunan rumah dosenku. Terperanjat karena bunyi yang lebih dahsyat itu, sekali lagi Dosen Hanizah berpaling dan memeluk tubuhku. Aku tidak melepaskan peluang untuk memeluknya kembali. Kulingkarkan tangan kiriku ke pinggangnya yang ramping dan tangan kananku membelai rambut dan kepalanya. Kali ini aku rapatkan badanku ke arahnya, terasa buah dadanya yang pejal menekan-nekan dadaku.

Dosen Hanizah mendongakkan kepalanya menatap wajahku. Aku masih tidak melepaskan dia dari rangkulanku, belakang badannya kuusap dari rambut sampai ke pinggang. Dia menatapku seolah-olah memintaku untuk melepaskannya, tapi aku menatap tepat ke dalam anak matanya.

Mata kami bertemu, perlahan-lahan aku rapatkan wajahku ke arah wajahnya, bibirku kuarahkan ke bibirnya yang munggil dan separuh terbuka itu. Makin rapat, dan hampir menyentuh bibirnya, dan bersentuhanlah bibirku dengan bibir dosen yang mengajarku matematika itu. Belum sempat aku mencium bibirnya, hanya terkena sedikit, Dosen Hanizah memalingkan wajahnya sambil tangannya mendorong badanku minta agar dilepaskan.

Aku tetap tidak melepaskan dia, peluang seperti ini tidak mudah kudapatkan. Kutarik dia lagi lebih rapat. Terkejut Dosen Hanizah dengan tindakanku.

"Azlan... tidak enak ahh..." Dosen Hanizah menolak sambil meronta lemah.

Aku tidak peduli, kueratkan lagi pelukanku, dada kami bertemu, terasa denyut dadanya naik turun dengan nafas yang agak kencang.

"Please Bu..." rayuku.

"Tidak etis ahh.., Saya ini isteri orang..!" rontanya lagi.

"Tenanglah Anda.., pleasseee..." balasku lagi sambil mencium lehernya dengan lembut. Sempat juga aku menjilat cuping telinganya.

"Ja.. ja.. ngan.. lah..!" bantahnya lagi dengan suara yang terputus-putus.

Dia memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan, mengelakkan ciumanku. Aku terus mencium lehernya sambil mengeratkan pelukan, karena tak ingin terlepas.

"A.. a... zzlaaan.. ja..." belum sempat Dosen Hanizah menghabiskan kata-katanya, bibirku berpautan pada bibirnya, kali ini aku cium sekuat-kuatnya.

"Mmmppphhh... mmmppphh..." Dosen Hanizah tidak bersuara lagi saat mulutnya kukecup.
Dia meronta semakin kuat. Aku terus mencium dan mengecup bibir dan mulutnya sambil tangan kiri menggosok ke seluruh bagian belakang badan dan tangan kananku memegang kepalanya agar kecupanku tidak putus dari mulutnya. Diselingi dengan punggungnya yang pejal itu kuremas, kupecet  semauku.

Agak lama mulutku berpaut di bibirnya, hingga rontaannya semakin lemah, suaranya tidak lagi berbunyi, lama-kelamaan tidak ada lagi rontaan, sebaliknya tangan Dosen Hanizah memeluk erat leherku. Aku merasakan bibirnya mulai membalas ciumanku.

Apa lagi, aku pun mula menciumnya dengan penuh mesra dan kelembutan, dia membalas sambil mengeratkan pelukannya. Terasa lidahnya dijulurkan. Aku menyambut dan lalu menghisap lidahnya, saling bergantian kami berhisap lidah. Pada waktu itu, hanya terdengar bunyi air hujan yang jatuh membasahi bumi dan bunyi kecupan mulut kami berdua.

Agak lama kami berciuman, bertautan bibir dan lidah sambil berpelukan mesra. Kemudian, Dosen Hanizah meleraikan tautan itu diikuti dengusan birahi, "Mmmm..."

Kami bertatapan mata, tanganku masih dilingkarkan pada tubuhnya, badan kami masih saling rapat, nafasnya semakin kencang, nafsuku semakin meningkat diikuti dengan kemaluanku yang semakin menegang.

Tatapan matanya yang redup itu bagaikan meminta sesuatu, sehingga kutambatkan sekali lagi bibirku ke bibirnya. Kami saling berciuman mesra, sesekali ciuman ditujukan ke arah leher yang putih itu, kucium, kugigit dan kujilat batang lehernya. Dosen Hanizah hanya menggeliat kegelian diperlakukan seperti itu.

"Ooohhh... A.. zzlannn..." suara manjanya menusuk ke dalam lubang telingaku.

Sambil berciuman, tangan kananku kugeser ke arah depan, buah dadanya kupegang, kuremas lembut. Terasa ketegangan buah dadanya, pejal dan montok. Dosen Hanizah hanya dapat mendesis menahan keenakan yang dirasakannya. Ciumanku bergerak juga ke pangkal dadanya yang putih itu. Aku cium ke seluruh permukaan pangkal dadanya, kemejanya kutarik sedikit ke bawah, hingga menampakkan BH berwarna hitam yang dipakainya. Kepala dan rambutku diremas dan dipeluk erat oleh Dosen Hanizah ketika dadanya kucium dan payudaranya kuremas.

"Aaahhh... mmmppphhh..." rintihannya membangkitkan nafsuku.

Aku semakin berani, kancing kemejanya kubuka satu persatu sambil tetap aku mencium dan mengecup wajahnya. Mulut kami bertautan lagi ketika jari-jari tanganku sibuk menanggalkan kancing kemejanya, dan akhirnya habis juga kancingnya kubuka. Perlahan-lahan sambil mencium mulutnya, aku melucutkan kemejanya ke belakang. Seperti dalam film,

Dosen Hanizah meluruskan tangan agar kemeja itu dapat dilucutkan dari tubuhnya. Kini, bagian atas tubuh Dosen Hanizah hanya terbalut BH saja. Aku leraikan ciuman mulut, lalu mencium pangkal buah dada di atas BH-nya. Aku cium, aku jilat seluruh pangkal buah dadanya sambil meremas-remas. Suara rintihan Dosen Hanizah semakin kuat apabila kupencet putingnya yang masih berada di dalam BH. Dosen Hanizah merangkul erat dan meremas-remas rambutku.

Sambil mencium dan meremas buah dadanya, kulingkarkan tanganku ke belakang dan mulai mencari kancing penyangkut BH yang dipakai Dosen Hanizah. Ketemu, dan terus kulepaskan kancing itu. Perlahan-lahan aku menarik turun BH hitamnya ke bawah dan terus kulempar ke atas sofa.

Terpukau mataku ketika bertatapan dengan payudaranya yang putih kemerahan yang tadi hanya dapat kulihat dari jauh saja. Aku puntir dan main-mainkan putingnya sambil mulutku mencium dan menjilat yang sebelahnya lagi. Suara desisan Dosen Hanizah semakin manja, semakin bergairah kudengar. Habis kedua belah payudaranya kujilat dan kuhisap semauku, putingnya kujilat, aku gigit mesra dengan diikuti rangkulan erat oleh Dosen Hanizah ke kepalaku.

Sambil mengulum puting payudaranya, aku membuka t-shirt yang kupakai tadi, lalu melemparkannya ke bawah. Aku tidak berbaju, begitu juga Dosen Hanizah, kami berdua hanya bersarung dan memakai kain batik saja. Suasana dingin terasa oleh desiran hujan di luar, namun kehangatan tubuh Dosen Hanizah membangkitkan nafsu birahi kami.

Aku terus memeluk Dosen Hanizah erat-erat sambil berkecupan mulut. Buah dadanya terasa hangat bergesekan dengan dadaku. Inilah perasaan yang sukar digambarkan, berpelukan dengan perempuan dalam keadaan tidak berbaju, buah dadanya yang pejal menekan-nekan dadaku ke kiri dan ke kanan mengikuti alunan nafsu.

Setelah agak lama berciuman dan berpelukan, kubaringkan Dosen Hanizah ke atas sofa itu. Dia merelakannya. Aku menatap sekujur tubuh yang separuh telanjang itu di depan mata. Saat aku berdiri, Dosen Hanizah hanya memandang sayu melihatku melucutkan sarungku dan bertelanjang di hadapannya.

Kemaluan yang sudah menegang itu memerlukan sesuatu untuk dijinakkan. Aku duduk kembali di sisinya, terus membelai buah dadanya yang menegang itu. Aku kembali mengulum puting payudaranya sambil tangan kananku turun ke arah lembah, lalu merabanya untuk mencari puncak kebirahian wanita yang begitu dipelihara.

Segitiga emas milik Dosen Hanizah akan kuraba, aku mulai mengusap dan menggosok di bagian bawah lembah itu. Terangkat-angkat punggung Dosen Hanizah menahan keenakan dan kenikmatan yang sukar digambarkan oleh kata-kata. Yang kedengaran hanyalah rintihan dan desisan manja yang mempesonakan birahiku, "Mmmpphhhmm... aaahhh..."

Aku mulai melepaskan ikatan kain batiknya, dengan lembut aku menarik kain itu ke bawah untuk melucutkan terus dari tubuhnya. Segitiga emasnya hanya ditutupi secarik kain berwarna hitam yang juga harus kulucutkan.

Kuusap kemaluannya dari luar, terasa basah dan lengket pada ujung lembah yang subur itu. Pahanya kuraba dan kuusap sambil lidahku menjilat dan mencium pusatnya. Bergelinjang badan Dosen Hanizah diperlakukan seperti itu. Kedua tanganku memegang celana dalamnya dan mulai melorotkan ke bawah, kutarik tubuhnya dengan punggung Dosen Hanizah diangkatnya sedikit, dan terlucutlah benteng terakhir yang ada pada tubuh Dosen Hanizah.

Aku tidak melepaskan peluang untuk menatap sekujur tubuh lemah yang tidak dibaluti sehelai benang pun. Hal seperti ini sangat diinginkan oleh setiap insan bergelar lelaki, dan yang lebih lagi adalah ternyata yang berada di depan mata minta dijamah. Terlihat vaginanya berair di sekeliling bulu-bulu tipis yang terjaga rapih.

Kusentuh kemaluannya sehingga terangkat tubuhnya menahan keenakan. Kusentuh lagi dan kugesekkan jari-jariku melewati hutan itu, suara mengerang mengiringi gerak tubuhnya. Kelentitnya kumainkan, kupelintir sehingga suara yang dikeluarkan kali ini agak kuat diiringi dengan badannya terangkat karena kejang. Terasa basah jariku waktu itu, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi saat itu, tetapi sekarang baru kutahu bahwa Dosen Hanizah mengalami klimaks.

Awalnya aku ingin menjilati vaginanya seperti yang ada di video BF, tetapi tak jadi sebab liang senggamanya sudah berair dan basah. Aku terus menghimpitkan tubuhku ke atas tubuhnya dengan lembut sambil mencium wajahnya. Kemaluanku bergesekan dengan kemaluannya. Terasa ujung kejantananku bertemu dengan bulu dan air mani yang membasahi lembah kenikmatan itu.

Setelah mendapatkan kedudukan yang tepat, kupegang kejantanan dan mengarahkan ke lubang senggamanya. Seperti dirancang, Dosen Hanizah membuka dan meluaskan kangkangannya sedikit. Setelah berada di ujung muara, aku pun melabuhkan tongkat nakhodaku ke dalam lautan birahi dengan perlahan-lahan diikuti oleh desisian dan raungan kami berdua yang bergantian, mengiringi terbenamnya tongkat ke dalam lembah di lautan.

"Aaarrrghhh... mmm..."

Aku menekan sampai pangkal kemaluan dan membiarkannya sekejap karena terasa seperti terjepit. Aku mencium leher dan mulutnya berulang kali. Bila keadaan sudah agak tenang, aku mulai mendayung, atas, bawah, pelan dan teratur. Kenikmatan pada waktu itu adalah sangat indah, susah untuk dapat dikatakan, kemudian aku menggerakkan ke atas dan ke bawah berulang kali. Saat pertama kali aku perbuat padanya terasa seperti menjepit, karena vaginanya memang sempit. Dosen Hanizah tidak merasakan sakit yang berpengaruh karena dia pernah melakukannya dengan suaminya.

Aku dorong dan tarik kemaluanku dengan diiringi suara mengerang yang agak kuat sambil melihat pemandangan indah di bawah. Sungguh pemandangan yang indah jika dapat melihat kejantananku sendiri sedang masuk dan keluar dari lubang senggama wanita, dengan bunyi yang cukup menawan.

Dosen Hanizah memeluk erat pinggangku ketika bergoyang mengimbangi tubuhku, punggungnya bergerak ke atas dan ke bawah mengikuti arus irama. Sesekali dia menggoyang-goyangkan punggungnya untuk membantu daya dorongku, terasa kenikmatan yang tiada bandingnya. Kulajukan dayungan, semakin laju dengan suara yang semakin kuat.

Dosen Hanizah hampir mengeluarkan suara erangannya, dan aku merasakan hampir keluar seperti gunung berapi hendak memuntahkan lavanya. Aku lajukan lagi, dengan sekuat tenaga kutusukkan sedalam-dalamnya diikuti dengan teriakan Dosen Hanizah. Dengan jeritan Dosen Hanizah yang nyaring, terpancurlah air maniku jauh ke dasar lubang senggamanya.

Ketika kubuka mataku, aku melihat mata Dosen Hanizah menutup serta dadanya yang naik turun dengan cepat, ada tetesan peluh di dadanya. Begitu juga badanku, terasa peluh meleleh di belakang. Kejantananku semakin menekan ke dalam lubang kenikmatanya yang semakin lembab akibat muntahan yang terjadi bersamaan.

Kukecup dahi Dosen Hanizah, dia membuka mata dan tersenyum memandangku. Aku membalasnya dengan mengecup mesra bibirnya. Akhirnya aku tindih tubuhnya di atas sofa itu dengan kepalaku kuletakkan di atas dadanya. Terdengar bunyi degupan jantung yang kencang di dada Dosen Hanizah, dosen yang mengajarku matematika di sekolah.

Setelah beberapa menit, aku bangun dan mengeluarkan batang kejantananku dari dalam lubang senggamanya. Terlihat sedikit air maniku meleleh keluar melalui lubang kemaluannya yang berdenyut-denyut menahan kenikmatan. Aku ambil tisue di tepi meja dan kubersihkan air mani yang meleleh itu.

Dosen Hanizah hanya memandang sambil melemparkan senyuman mesra ke arahku. Kemaluanku yang masih basah kubiarkan kering sendiri. Aku duduk bersila di atas karpet dengan menghadap arah memandang wajahnya. Kepalaku sejajar dengan kepalanya yang masih terbaring di atas sofa itu. Aku meremas dan memilin putting payudaranya. Dosen Hanizah membiarkan sambil tangannya membelai rambutku. Terasa seperti suami isteri.

"Terima kasih sayang..." bisikku lembut.

Dosen Hanizah mengangguk senyum.

Agak lama juga kami dalam keadaan itu sambil menantikan tenaga pulih kembali dan sampai jantung berdegup dengan normal. Kemudian Dosen Hanizah bangun dan mencapai pakaiannya pergi ke dalam kamarnya. Jam menunjukkan pukul 11:30 pagi. Hujan masih belum berhenti, tidak ada tanda-tanda mau berhenti.

Aku kenakan lagi sarungku, tetapi baju tidak kupakai lagi. Karena masih letih, aku duduk bersandar di sofa mengenang peristiwa tadi. Pikiranku menerawang. Inilah kenikmatan badan, apa yang kuidamkan selama ini akhirnya bisa kudapatkan. Dosen yang selama ini hanya hadir dalam khayalanku saja telah nyata kurasakan.

Berasmara dengan Dosen Hanizah adalah impian setiap lelaki yang mengenalnya, dan aku dapat menikmati tubuh yang menggiurkan itu. Jika selama ini kulihat Dosen Hanizah bertudung dan berbaju penuh, hari ini aku melihatnya tanpa pakaian, mengamati tubuhnya yang indah, setiap lekuk badannya, payudaranya dan kemaluannya.

Semuanya kualami dengan menikmati pemandangan yang mempesona, malah tidak hanya itu, tetapi juga dapat merasakan kenikmatan yang ada pada tubuh itu. Aku bahagia. Aku puas, sangat puas dengan apa yang telah kulakukan tadi. Aku tersenyum sendirian.

Ketika aku melamun, aku dikejutkan dengan bunyi dentuman petir yang kuat. Aku teringat Dosen Hanizah. Jam sudah menunjukkan 12:00 tengah hari. Rupanya sudah hampir setengah jam aku melamun. Aku bangun dan menuju ke arah kamar Dosen Hanizah. Kuketuk pintu dan terus masuk. Kelihatan dosen Hanizah telah berpakaian tidur sedang menyikat rambutnya.

"Ada apa Azlan..?" tanyanya lembut.

"Bosen aja diluar sendirian." jawabku ringkas sambil duduk di tepi ranjang memandang Dosen Hanizah menyisir rambutnya. Dipojok kamar terlihat ranjang kecil yang di dalamnya ada bayi perempuan Dosen Hanizah yang sedang tidur dengan nyenyaknya. Bunyi dentuman petir seperti tidak  diperhatikan, dia tidur seperti tidak menghiraukan keadaan sekitarnya.

"Terima kasih yah..." kataku.

"Terima kasih apa..?"

"Yang tadi. Sebab tadi adalah pengalaman yang terindah buat saya."

"Ohhh... tapi jangan kasih tau orang lain."

"Janji." balasku.

Aku kembali memperhatikannya berdandan. Harum minyak wanginya menusuk hidung ketika Dosen Hanizah menyemprotkan ke badannya.

"Kenapa Anda tidak marah..?"

"Marah kenapa..?"

"Iya.., awalnya Anda melarang, Anda menolak Saya, tapi setelah itu..?"

"Setelah itu Saya biarkan..?" sambungnya.

"Haaa..." jawabku dan langsung kusambung, "Apa sebabnya..?"

"Kalau Saya lawan pun Kamu pasti memaksa, Kamu pasti sangat menginginkan."

"Belum tentu." jawabku.

"Pasti begitu. Saya mana mungkin melawan. Jadi lebih baik Saya biarkan dan berbagi saja denganmu. Kan dua-duanya senang." jelasnya.

"Anda tidak menyesal..?" tanyaku ingin kepastian.

"Kalau rela, mana mungkin menyesal, buat apa..?" jelasnya lagi, "Lagian juga Kamu tidak memperkosa Saya, Kamu kan minta baik-baik, Saya jadi memberinya. Ditambah Kamu sudah lihat Saya telanjang. Lain halnya kalau kamu masuk ke rumah Saya, terus menyerang Saya dan perkosa Saya. Kalau itu Saya pasti akan lapor polisi dan Kamu pasti dipenjara."

"Habis, anda kelihatannya mau melapor. Iya nggak..?" tanyaku meyakinkan.

"Lapor..? Buat apa..? Kamu kan bukan masuk dengan cara paksa, Saya yang suruh Kamu masuk. Saya juga yang membiarkan Kamu menyetubuhi Saya."

"Kalau suami Anda tahu..?"

"Gimana dia akan tahu..?" tanya Dosen Hanizah. "Ini kan hanya rahasia kita saja kan..?" aku mengangguk. "Jadi, janganlah beritahu orang lain..!" aku angguk lagi tanda paham.

Dia menuju ke arah ranjang anaknya sambil membelainya dengan penuh kasih sayang seorang ibu. Kemudian Dosen Hanizah menghampiriku dan duduk di sebelahku.

"Wanginya..." sapaku manja. Dosen Hanizah mencubit pahaku dan aku berkata, "Saya mau lagi..."
"Mau apa..?"


"Yang seperti tadi."

"Tadi kan sudah..."

"Tak puas...""Aiii... nggak puas juga..? Suami Saya sekali saja langsung lelah dan tidur, Kamu mau lagi..?"
"Soalnya.., peluang seperti ini susah Saya dapatkan. Lagian tadi Saya tak sempat jilat vagina Anda. Anda pun tak pegang penis Saya. Saya ingin merasakan perempuan pegang penis Saya." jawabku jujur.
"Jilat..? Mau meniru cerita BF yach..?" balasnya tersenyum.

Aku mengangguk membalas senyumannya. Kemaluanku kembali menegang, tenagaku sudah pulih. Aku pegang tangan Dosen Hanizah dan meletakkannya di atas batang kemaluanku yang mengeras itu. Dosen Hanizah seperti paham dan meraba batangku yang ada di dalam sarungku. Aku biarkan saja, sedap rasanya. Setelah itu, aku berdiri dan melucuti sarungku. Aku dengan telanjang berdiri di hadapan Dosen Hanizah.

Dia hanya tersenyum memandangku. Perlahan-lahan, kemaluanku yang menegang itu dipegangnya, dibelai dan diusap ke atas dan ke bawah. Nikmatnya tak terkira, selalu jari sendiri yang berbuat, tapi hari ini jari jemari lembut seorang wanita cantik yang melakukannya. Aku mendesis karena nikmatnya.

Aku berharap Dosen Hanizah akan menghisap dan mengulum batang kejantananku. Memang Dosen Hanizah sudah tahu keinginanku. Diciumnya ujung batang kemaluan aku, dan ujung lidahnya dimainkan di lubang kepala kejantananku. Aku terasa ngilu, tapi sedap. Perlahan-lahan Dosen Hanizah membuka mulut dan memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya.

Terasa kehangatan air liurnya membasahi batang yang setengahnya berada di dalam mulutnya. Dihisapnya penisku, dikulumnya ke atas dan ke bawah. Terasa seperti tercabut ketika itu. Kupegang dan remas rambutnya yang baru disisir tadi.

Aku dorong batang kemaluanku jauh ke dalam mulutnya, terasa ujung kejantananku terkena dasar tenggorokannya. Dosen Hanizah menghisap sampai ke pangkal sambil tangannya meremas-remas telur zakarku. Di saat itu, aku rasakan kenikmatan yang lain dari yang tadi. Kubiarkan Dosen Hanizah menghisap semaunya, kubiarkan dia menjilat seluruh batang kemaluanku, telurku. Sengaja kubiarkan sebab sangat nikmat rasanya.

Setelah itu, aku pegang bahunya. Dia berdiri memandang dengan penuh kesayuan. Aku pegang dan belai rambut yang terurai di bahu. Perlahan-lahan kulepaskan baju tidurnya ke bawah, dia tidak memakai pakaian dalam. Terlihatlah tubuh Dosen Hanizah yang bertelanjang di hadapanku. Aku lingkarkan tangan di pinggang dan mulai mendekapnya lembut.

Kami berpelukan dan bertautan bibir sambil jari-jariku meraba dan menggosok seluruh badan. Sekarang baru aku bisa merangkul tubuh yang kecil molek dengan pinggang yang ramping iti sepuas-puasnya. Pinggangnya kecil tapi sangat proposional. Kudekap dan kuremas punggungnya sambil menggesek-gesekkan batang kejantananku ke perutnya. Sungguh nikmat dapat berpelukan sambil berdiri.

Aku baringkan dia di atas ranjang sambil terus memberikan kecupan demi kecupan. Kali ini aku tidak berlama-lama mencium payudaranya sebab sasaran muluku adalah ke liang kenikmatannya. Aku turunkan ciumanku ke bawah, kemaluannya masih kering.

Aku terus mencium kemaluannya itu dengan lembut. Terangkat punggungnya menahan kenikmatan itu. Bibir kemaluannya kujilat, kujulurkan lidah dan menusuk ke dalam lubangnya. Dia mendesis keenakan sambil menggeliat manja. Biji kelentitnya kuhisap, kujilat semaunya. Vagina Dosen Hanizah mulai basah, aku tak peduli, aku terus jilat dan hisap sambil tanganku meremas-remas puting payudaranya.

Tiba-tiba, saat menikmati sedapnya menjilat, Dosen Hanizah meraung dengan tubuhnya terangkat. Serentak dengan itu, habis mulutku dibasahi dengan simbahan air dari dalam liang kewanitaannya. Ada yang masuk ke dalam mulutku sedikit, rasanya agak payau dan sedikit asin. Aku berhenti dan mengelapkan mulutku yang basah karena air maninya.

Rupanya Dosen Hanizah klimaks. Aku mainkan dengan jari saja lubang vagina itu. Entah karena apa, timbul nafsu untuk menjilat air maninya lagi. Aku kembali membenamkam wajahku dan mulai menjilat lembah yang basah berair itu. Lama-lama rasanya menjadi sedap, habis kujilat, kuhisap vaginanya.

Dosen Hanizah hanya merintih manja sambil meliukkan tubuhnya. Ketika aku menghisap kelentitnya, kumainkan lubang kenikmatannya dengan jari. Tiba-tiba, sekali lagi dia terkejang kepuasan, dan kedua kali jugalah air maninya menerjah ke dalam mulutku.

Dengan mulut yang basah karena air maninya, kucium mulut dia. Air maninya bercampur dengan air liurnya apabila aku membiarkan lidahku dihisap. Dosen Hanizah menjilat air maninya sendiri tanpa mengetahuinya. Ketika sudah habis air mani di mulutku karena disedotnya, aku mulai menghentikan pemanasan.

Tubuhnya kutindih, dengan sauh dihalakan ke lubuk yang dalam dan dilepaskan layar, maka jatuhlah sauh ke dalam lubuk yang selama ini hanya dilabuhkan oleh sebuah kapal dan seorang nakhoda saja. Kini kapal lain datang bersama nahkoda muda yang terpaksa berhempas pulas melawan badai mengarungi lautan birahi untuk sampai di pulau impian bersama-sama.

Perjuangan kali ini lebih lama, dan melelahkan kerena masing-masing tidak mau mengalah duluan. Berbagai aksi dilakukan untuk sampai ke puncak kejayaan. Tubuh Dosen Hanizah kusetubuhi dalam berbagai posisi, dia juga memberikan kerjasama yang baik kepadaku dalam menempuh gelombang. Akhirnya, setelah berhempas pulas, kami tiba juga di pulau impian dengan kejayaan bersama, serentak dengan terjahan padu air hikmat serta jeritan manja, si puteri meraung kepuasan.

Kami terdampar keletihan setelah penat belayar. Terkulai Dosen Hanizah di dalam dekapanku. Kali ini lebih romantis, sebab kami berbuat di atas ranjang dengan kasur yang empuk. Banyak posisi dan gaya yang telah kami lakukan.

Kami telentang kelelahan, dengan peluh memercik membasahi tubuh dan wajah kami. Air maniku meleleh keluar kedua kalinya dari lubang yang sama. Dosen Hanizah mendekap badanku sambil jarinya membelai kemaluanku yang terkulai basah itu. Dimainkannya seperti bayi mendapatkan boneka. Kubiarkan sambil mengecup dahinya tanda terima kasih. Kami tidak bersuara karena sangat letih.

Saat itu sempat juga aku mengalihkan pandangan ke arah tempat tidur anaknya, kelihatan masih terlena dibuai mimpi. Aku risau juga, takut dia terbangun kerena jeritan dan raungan kepuasan ibunya yang berhempas pulas melawan badai samudera bersama nakhoda muda yang tidak dikenalinya. Tubuh kami terasa tidak bernyawa, rasanya untuk mengangkat kaki pun tidak kuat.

Lemah segala sendi dan urat dalam badan. Hanya suara rintihan manja saja yang mampu dikeluarkan dari pita suara kami dalam kedinginan akibat hujan yang masih turun lebat.

"Terima kasih ya..." aku mengecup dahinya, dia tersenyum. Kepuasan nampak terpancar di wajahnya.

"Kamu benar-benar hebat..." sahutnya.

"Hebat apa..?"

"Iya lah, dua kali dalam sejam."

"First time." balasku ringkas.

"Belum pernah Saya merasa puas seperti ini." jelasnya jujur.

"Belum pernah..?" tanyaku keheranan.

Dia mengangguk perlahan, "Saya tidak pernah orgasme lebih dulu."

"Suami Anda melakukan apa saja..?"

"Dia hanya memasukkannya sampai Dia keluar..." sambungnya. "Bila sudah keluar, dia letih, terus tertidur. Saya sudah tidak terangsang lagi saat itu."

"Kenapa Anda tidak memintanya..?" saranku.

"Kalau sudah keluar, Dia tidak terangsang lagi."

"Dalam seminggu berapa kali Anda berbuat..?" tanyaku mengorek rahasia mereka.

"Sekali, kadang-kadang tidak dapat sama sekali dalam seminggu itu..."

"Kenapa..?"
"Dia pulangnya terlalu malam, jadi sudah letih. Tidak nafsu lagi untuk bersetubuh."
"Ohhh..." aku menganguk seakan memahami.

"Kapan terakhir Anda melakukannya..?" pancingku lagi.

"Ehh, dua minggu yang lalu." jawabnya yakin.

"Sudah dua minggu Anda tidak mendapatkannya..?" sambungku terkejut, Dosen Hanizah hanya menganggukkan kepala mengiyakannya.

"Jelas Dosen Hanizah tidak marah besar ketika aku mulai menjamah tubuhnya." dalam hatiku, "Dia mengidamkan juga rupanya..."

Hampir setengah jam kami berbicara dalam keadaan berpelukan dan bertelanjang di atas ranjang itu. Segala hal mengenai masalah rumah tangganya kutanya dan dijawabnya dengan jujur. Semua hal yang berkaitan diceritakannya, termasuk jeritan batinnya yang rindu akan belaian dari suami yang tidak pernah benar-benar dinikmatinya.

Suaminya terlalu sibuk dengan kerjanya hingga mengabaikan nafkah batin si isteri. Memang bodoh suami Dosen Hanizah, sebab tidak menggunakan sepenuhnya tubuh yang menjadi idaman setiap lelaki yang memandang itu. Nasibku baik, sebab dapat menikmati tubuh itu dan sekaligus membantu menyelesaikan masalah kepuasan batinnya.

Aku semakin bangga apabila dengan jujur Dosen Hanizah mengakui bahwa aku telah berhasil memberikan kepuasan kepada dirinya, batinnya kini tidak lagi bergejolak. Raungannya kini tidak lagi tidak dipenuhi, Dosen Hanizah sudah dapat apa yang diinginkan batinnya selama ini, walaupun bukan berasal dari suaminya sendiri, tetapi dengan anak muridnya, yang lebih muda 10 tahun tetapi gagah seperti berusia 30 tahun.

Desiran hujan semakin berkurang, rintiknya semakin perlahan, menunjukkan tanda-tanda hendak berhenti. Kami bangun dan melihat ke luar jendela. Seperti disuruh, Dosen Hanizah mengenakan kembali pakaian tidurnya lalu terus ke dapur. Aku menanti di kamar itu. Tak lama kemudian, dia masuk dan menyerahkan pakaianku yang hampir kering. Setelah mengenakan pakaian, aku ke ruang tamu dan minta diri untuk pulang karena terlihat hujan sudah berhenti.

Dosen Hanizah mengiringi aku ke pintu. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih atas segala layanannya. Dosen Hanizah juga berterima kasih kerena telah membantunya. Aku ambil sepedaku, lalu membuka pintu pagar dan terus mengayuh menuju ke rumah. Tidak terlihat Dosen Hanizah di halaman rumah, maklumlah hujan, lagi pula sekarang waktunya makan siang.

Setibanya di rumah, aku mandi. Di kamar, terlihat dengan jelas bekas gigitan di leherku. Ah, gawat bisa malu aku nanti. Aku berniat kalau tidak hilang sampai besok, aku pasti tidak akan ke sekolah.

Keesokan harinya, tidak terlihat bekas gigitan pada leherku. Aku ke sekolah seperti biasa bersama adik-adikku yang lain. Mereka perempuan, jadi tidak satu sekolah denganku. Di sekolah, bila bertemu dengan Dosen Hanizah yang berbaju kurung bertudung kepala, aku tersenyum dan mengucapkan selamat, seperti tidak ada sesuatu di antara kami.

Dosen Hanizah pun bertingkah biasa saja, walaupun di hati kami masing-masing tahu apa yang telah terjadi sewaktu hujan lebat kemarin. Di dalam kelas, dia mengajar seperti biasa. Aku pun tidak macam-macam, takut nanti teringat dan menginkannya di kelas.

Selama sebulan lebih setelah kejadian itu, kami masih bersandiwara seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Tidak pernah bercerita tentang hal itu. Kalau kami bertemu pun, hanyalah berkisar masalah pelajaran. Aku yang baru pertama kali mendapatkannya, sudah merasa ketagihan. Terasa ingin lagi menjamah tubuh perempuan, sudah tak kuat nafsuku ditahan.

Pada suatu hari, kalau tidak salah hari Selasa, aku berjumpa dengannya di ruang guru. Waktu itu, ruang guru sedang kosong, aku memberanikan diri meminta keinginanku untuk menjamah kenikmatan tubuhnya. Pada awalnya Dosen Hanizah agak keberatan, tetapi setelah mendesak dan membujuknya, dia mulai lembut.

Dosen Hanizah setuju, tapi dia akan beritahu aku bila saatnya memungkinkan. Aku minta padanya kalau bisa dalam waktu dekat ini karena aku sudah tak tahan lagi. Kalau keadaan aman, dia akan memberitahuku katanya. Aku gembira dengan penjelasan itu.

Tiga hari setelah itu, Dosen Hanizah memanggilku ke ruang guru. Dia memintaku ke rumahnya malam Senin. Dia memberitahu bahwa suaminya akan keluar kota ke Johor selama dua hari. Aku janji akan datang. Aku setuju, tapi bagaimana caraku untuk bilang pada orang tuaku kalau aku akan bermalam di luar.

Aku ijin untuk menginap di rumah teman dengan alasan belajar bersama dan terus ke sekolah besoknya. Mereka mengijinkan. Tiba malam yang dijanjikan, kurang lebih pukul 8:00, aku tiba. Dosen Hanizah menyambutku dengan senyuman. Anaknya yang bermain-main dengan permainannya terhenti melihatku masuk.

Setelah melihatku, dia kembali bermain lagi. Nasib baik karena anak Dosen Hanizah masih kecil jadi masih belum mengerti apa-apa. Malam itu, kami tidur bersama di kamar seperti sepasang suami isteri. Persetubuhan kami malam itu memang menarik, seperti sudah lama tidak merasanya.

Aku melepaskan rinduku ke seluruh bagian tubuhnya. Dosen Hanizah kini tidak lagi malu-malu meminta dipenuhi keinginannya jika lagi nafsu. Kalau tidak salah, malam itu kami bermain sampai 4 kali. Yang terakhir kali sudah sampai dini hari, dan kami tertidur. Bangun-bangun sudah pukul 8:00 lebih ketika anaknya menangis. Kami sudah terlambat ke sekolah, Dosen Hanizah menelpon dan mengatakan kalau dia sakit. Aku pun sudah malas untuk ke sekolah.

Setelah menenangkan anaknya dengan memberikan susu, dia menidurkan kembali anaknya. Kami bersarapan dengan makanan yang disediakannya. Kemudian, kami mandi bersama, bertelanjang dan bersenggama di dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku minta dia untuk menerima seluruh air maniku ke dalam mulutnya.

Dosen Hanizah setuju, setelah puas, batang kejantananku menyusuri lembah, di saat mau melepaskan puncak kenikmatanku, aku minta Dosen Hanizah duduk dan aku arahkan senjataku ke sasaran, dan terus menembak ke mulutnya yang terbuka lebar. Penuh mulut Dosen Hanizah dengan air maniku. Ada beberapa tetes yang tertelan, yang lain dimuntahkannya kembali. Aku mengarahkan batang kejantananku masuk ke dalam mulutnya, dia terpaksa menerima dan mulai menghisap batang kejantananku yang masih berlinang dengan sisa air mani yang ada.

Kami terus mandi dan membersihkan badan. Anaknya telah lama tertidur, kami berdua beristirahat di ruang tamu sambil mendengar radio. Kami berbincang tentang hal peribadi masing-masing. Sesekali Nescafe panas yang dihidangkan oleh Dosen Hanizah kuhirup. Aku memberitahu padanya kalau aku tak pernah punya cewek kalau ditanya orang lain, dan aku juga merasa bangga kerena dapat merasakan nikmatnya hubungan antara lelaki dan perempuan lebih awal.

Sambil berbicara, aku mengusap dan meremas lembut buah dada dosenku yang berada di sebelah. Aku juga bertanya tentang suaminya, adakah dia tahu atau merasa ada perubahan sewaktu berasmara bersama. Dosen Hanizah menjelaskan bahwa dia berbuat seperti biasanya, waktu berasmara pun seperti biasa.

Dosen Hanizah tidak pernah menghisap kemaluan suaminya sebab suaminya tidak mau, begitu juga kemaluannya tidak pernah dijilat. Jadi, akulah orang pertama menjilat kemaluannya dan kemaluan akulah yang pertama masuk ke dalam mulut Dosen Hanizah. Dosen Hanizah bilang suaminya merasa  jijik apabila kemaluannya dijilat, dihisap dan dimainkan dengan mulut. Karena itulah, Dosen Hanizah tidak keberatan mengulum kemaluanku karena memang diiginkannya. Kami ketawa kecil mengenangkan aksi-aksi gairah yang pernah kami lakukan.

Jam menunjukkan pukul 10:00 lebih. Dosen Hanizah bangun menuju ke kamarnya, aku mengekori. Di kamar, dia melihat keadaan anaknya yang sedang pulas. Perlahan-lahan aku memeluknya dari belakang. Tanganku, kulingkarkan ke pinggangnya yang ramping sambil mulut mengecup lembut lehernya.

Sesekali tanganku meremas buah dadanya yang kian menegang. Aku memalingkan tubuhnya, kami berdakapan sambil berkecupan bibir. Tubuhnya kubaringkan ke atas ranjang sambil mengulum bibirnya dengan mesra. Pakaiannya kulepaskan, begitu juga dengan pakaianku. Mudah dilepaskan karena memang kami masing-masing sudah merencanakannya.

Entah berapa kali mulutku penuh dengan air maninya sebelum kemaluanku menerobos liang keramat itu. Kali ini aksi kami semakin ganas. Tubuhnya yang kecil itu kutindih semaunya. Akhirnya, muntahan cairan kentalku tidak dilepaskan di dalam, tetapi di mulutnya. Air maniku memenuhi mulutnya ketika kumuntahkan di situ.

Dia menerimanya dengan rela sambil menjilat-jilat sisanya yang meleleh keluar, sambil batang kemaluanku dikulumnya untuk menjilati sisa-sisa yang masih ada. Aku tersenyum melihat lidahnya yang menjilat-jilat itu seperti mendapatkan suatu makanan yang lezat. Dia juga ikut tersenyum melihatku.

Setelah habis ditelannya. Aku mulai memakai kembali pakaianku. Dosen Hanizah duduk bersandar, masih bertelanjang.

"Sedap..?" tanyaku sambil menjilat bibir.

Dosen Hanizah mengangguk paham. Dia kemudian mengenakan pakaian tidurnya lalu menemaniku hingga ke pintu. Setelah selesai, aku minta diri untuk pulang ke rumah, takut nanti bohongku ketahuan. Dia melepasku dengan berat hati. Aku pulang, orang tuaku tidak ada, yang ada hanya pembantu. Aku memberitahu mareka kalau aku sakit dan terus ke kamar untuk tidur.

Begitulah kisahku berasmara dengan dosen matematikaku yang hingga kini masih menjadi kenangan, walaupun sudah 10 tahun lebih aku meninggalkan sekolah dan negeri itu untuk berkerja di Kuala Lumpur. Waktu aku tingkat 6, Dosen Hanizah pindah ke Johor. Selama itu, banyak sekali kami melakukan hubungan seks. Sebelum berpindah,

Dosen Hanizah mengandung, aku sempat juga tanya anak siapa, dia tidak menjawab tapi tersenyum memandangku. Aku mengerti, itu adalah hasil dari benih yang kutaburkan berkali-kali. Setelah itu, aku tak pernah bertemu atau mendengar kisahnya.

Aku mendapat kabar angin kalau Dosen Hanizah kini mengajar di Kuala Lumpur. Kalau betul, aku mau coba mencari walaupun kini usianya kurang lebih 43 tahun. Sampai sekarang aku masih belum menemuinya, tetapi sebelum Hari Raya tahun 2000, aku melihat Dosen Hanizah di Mid Valley Shopping Centre sedang belanja dengan anak-anaknya.
Cerita sex sahabat, foto hot terbaru, foto hot Jilbab terbaru, foto hot tante terbaru, foto sex mahasiswi, cerita sex terbaru, cerita sex three some, Cerita Sex Perawan, cerita sex pembantu nakal, cerita sex ngentot, cerita sex ABG, cerita sex Jilbab, kumpulan cerita sex perkosaan, cerita sex Janda, cerita sex Guru, cerita sex Lesbi, cerita sex Hamil, cerita sex pembantu, cerita sex Pelajar, cerita sex setengah baya, cerita sex dosen, cerita sex SMP, cerita sex pramugari, cerita sex Bertukar pasangan, Cerita Sex Suster Sange, Cerita Sex Pacar Sange, Cerita Sex Pasangan Gay

Suka Cerita Sex Dosen Menggairahkan

By: Unknown on: 19:00

 
Copyright © Words for Love | Distributed By Blogger Themes
Blogger Templates Wallpapers Hack Wfi